BSPN Kaltim Duga Ada Indikasi Kecurangan Pilkada Kutai Timur

Kecurangan diduga terjadi pada data DPTb.

Didik Suhartono/ANTARA FOTO
Petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) bersama petugas terkait melakukan rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilkada Kota Surabaya 2020, di Kecamatan Tambaksari, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (11/12/2020). Rekapitulasi hasil perhitungan suara Pilkada Kota Surabaya tersebut dilakukan serentak di tingkat PPK. (Ilustrasi)
Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) Kalimantan Timur menduga ada kecurangan di Pilkada Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Ketua BSPN Kaltim Habibie mengaku, pihaknya menemukan indikasi kecurangan yang dilakukan penyelenggara pemilu di Kabupaten Kutai Timur.

Kecurangan ini diduga merugikan pasangan calon Mahyunadi-Lulu Kinsu yang diusung koalisi Partai Golkar, Gerindra, PDIP, PKB, dan Nasdem. Menurut Habibie, indikasi paling mencolok dari dugaan kecurangan ini adalah terkait Daftar Pemilih Tambahan (DPTb). Dalam temuannya, terdapat ketidaksesuaian pencatatan daftar hadir pemilih tambahan sesuai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 18 Tahun 2020.



"Antara lain, DPTb hanya dicatat di kertas HVS, serta jumlah daftar hadir pemilih tambahan tidak sama dengan jumlah suara C hasil. Kemudian, penulisan daftar hadir tidak mencantumkan NIK (Nomor Induk Kependudukan), alamat, jenis kelamin, dan tempat tanggal lahir," tutur Habibie dalam keterangan kepada Republika.co.id, Senin (14/12).

Habibie menambahkan, kondisi seperti ini ditemukan di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Sangatta Utara. "Terungkap saat terjadinya pembukaan kotak suara di TPS yang terjadi kejanggalan," ujarnya.

BSPN bentukan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menegaskan, sesuai Pasal 202 Ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum, menyebutkan daftar pemilih paling sedikit memuat NIK, nama, jenis kelamin, dan alamat warga negara Indonesia (WNI) selaku pemilih. Habibie menilai, kejadian ini juga melanggar Pasal 177A Ayat 01 dan Ayat 2 serta Pasal 177B UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU.
 
Indikasi pelanggaran itu juga sesuai dengan aturan Pasal 25 Ayat 3 Huruf C, PKPU 18/2020. Yakni, anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) ke-5 meminta mengisi identitas pemilih sebagai mana dimaksud Pasal 9 huruf C yang terdapat dalam Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) atau surat keterangan ke dalam formulir model daftar hadir pemilih tambahan KWK.

"Kami berasumsi ini bisa terjadi di 967 TPS se-Kutai Timur. Rekomendasi kami kepada Bawaslu Kutai Timur, pada saat pleno tingkat kabupaten, daftar hadir pemilih tambahan se-Kutai Timur harus dibuka," tegas Habibie. Selain itu, berdasarkan sampel temuan BSPN di beberapa TPS, KPPS tidak menulis daftar pemilih tambahan secara lengkap dan jelas.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler