MK Perintahkan KPU Gelar PSU Pilbup Yalimo Lagi
PSU yang kedua kalinya ini tanpa diikuti pasangan calon nomor urut 1.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Yalimo melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) Pemilihan Bupati (Pilbup) Yalimo. Namun, PSU yang kedua kalinya ini tanpa diikuti pasangan calon nomor urut 1, Erdi Darbi-John W Wilil, karena MK mendiskualifikasinya sebagai peserta Pilkada 2020.
"Menyatakan diskualifikasi Calon Bupati Edri Darbi dari Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Nomor Urut 1 karena tidak lagi memenuhi syarat sebagai pasangan calon peserta Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Yalimo Tahun 2020," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa (29/6).
Amar putusan tersebut tercantum dalam perkara perselisihan hasil Pilbup Yalimo nomor 145/PHP.BUP-XIX/2021 yang diajukan pasangan calon nomor urut 2, Lakius Peyon-Nahum Mabel. PSU Pilbup Yalimo diikuti pasangan Lakius-Nahum, tetapi KPU dapat membuka kesempatan bagi pasangan calon baru, termasuk John W Will sepanjang memenuhi persyaratan.
MK memerintahkan pemilihan ulang harus sudah dilaksanakan dalam tenggang waktu 120 hari kerja sejak putusan ini diucapkan. KPU harus menetapkan dan mengumumkan hasil PSU serta melaporkan hasilnya kepada MK dalam jangka waktu tujuh hari kerja setelah penetapan rekapitulasi hasil PSU.
Pada 16 September 2020, Erdi Dabi mengalami kecelakaan lalu lintas hingga menewaskan seorang polwan dari anggota Propam Polda Papua. Kemudian Pengadilan Negeri (PN) Jayapura mendakwa Erdi Dabi telah melanggar ketentuan Pasal 311 ayat (1), ayat (2), dan ayat (5) Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (LLAJ).
Meskipun pada akhirnya, Erdi Dabi dialihkan menjadi tahanan kota sebagaimana Putusan Nomor 500/Pid.Sus/2020/PN.Jap bertanggal 18 Februari 2021. Dalam perkara tindak pidana yang dilakukan oleh Erdi Dabi, MK telah mencermati Putusan PN Jayapura itu.
Anggota MK Suhartoyo menjelaskan adanya syarat calon kepala daerah yang tidak boleh melakukan tindak pidana yang diatur Pasal 7 ayat 2 huruf g UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada. Salah satunya, peserta pilkada tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
Dalam Putusan PN Jayapura disebutkan, Erdi Dabi terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana dengan sengaja melanggar ketentuan Pasal 311 ayat 1, ayat 2, dan ayat 5 UU LLAJ. Ancaman pidana dari ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama 12 tahun.
Terlepas dari putusan pidana empat bulan penjara, MK menilai, hal demikian tidak menghilangkan fakta hukum Erdi Dabi telah terbukti melanggar ketentuan UU LLAJ dengan ancaman pidana di atas lima tahun penjara. Sehingga syarat menjadi calon kepala daerah dalam Pasal 7 ayat 2 huruf g UU Pilkada tetap berlaku.
Sebab, Erdi Dabi masih berstatus sebagai pasangan calon kepala daerah yang belum selesai mengikuti seluruh tahapan hingga pelantikan pada saat melakukan tindak pidana sampai mendapat putusan hakim yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Pilkada di Yalimo pun belum usai karena ada putusan MK yang memerintahkan KPU menyelenggarakan PSU.
Untuk dapat memenuhi syarat pencalonan sebagai peserta Pilbup Yalimo, Erdi Dabi harus memenuhi ketentuan masa tunggu bagi terpidana dengan ancaman pidana di atas lima tahun. Erdi Dabi harus menunggu lima tahun sejak berakhirnya masa pidana serta mengumumkan status pidana yang dijalaninya secara terbuka kepada masyarakat untuk mendapatkan haknya kembali dipilih dalam pemilihan.
"Mahkamah berpendapat Erdi Dabi sebagai calon Bupati Kabupaten Yalimo dari Pasangan Calon Nomor Urut 1 tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon Bupati karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lebih dari lima tahun dan belum memenuhi ketentuan masa jeda lima tahun setelah selesai menjalani masa pidana, serta yang bersangkutan telah melakukan perbuatan tercela," kata Suhartoyo.