Ini Penjelasan Bea Cukai atas Aturan Barang Kiriman Hasil Perdagangan

Bea Cukai mencatat 90 persen barang kiriman luar negeri berasal dari e-commerce.

Bea Cukai
Bea Cukai mencatat 90 persen barang kiriman luar negeri berasal dari penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bea Cukai mencatat 90 persen barang kiriman luar negeri berasal dari penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce. Untuk mengatur hal ini, pemerintah pun menerbitkan aturan tentang ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman melalui PMK Nomor 96 Tahun 2023.

Baca Juga


Berdasarkan aturan tersebut, barang kiriman merupakan barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Aturan ini pun membedakan barang kiriman menjadi dua jenis, yaitu barang hasil perdagangan dan selain hasil perdagangan.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Encep Dudi Ginanjar menjelaskan, barang kiriman dapat diklasifikasikan sebagai hasil perdagangan jika barang tersebut adalah hasil transaksi perdagangan melalui PPMSE, penerima barang atau pengirim barang merupakan badan usaha, dan terdapat bukti transaksi berupa invoice atau dokumen sejenis lainnya. “Jika barang kiriman memenuhi salah satu kriteria tersebut maka dapat diidentifikasi sebagai barang hasil perdagangan,” tegasnya.

Kemudian, tidak ada perbedaan terkait perlakuan pengenaan bea masuk dan pajak antara keduanya. Hal yang membedakan adalah konsekuensi sanksi denda jika terdapat kesalahan pemberitahuan nilai pabean (harga barang) atas barang hasil transaksi perdagangan. Hal ini dikarenakan pemberitahuan data barang kiriman hasil perdagangan disampaikan secara mandiri (self-assessment), sehingga konsekuensi jika melakukan kesalahan adalahdikenakan sanksi administrasi berupa denda.

“Apabila keberatan atas penetapan sanksi, importir dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal. Keberatan diajukan secara tertulis yang disampaikan secara elektronik melalui portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,” jelas Encep.

Ia pun menjelaskan untuk menghindari sanksi administrasi, importir dapat mengantisipasinya dengan mengisi data dengan sebenar-benarnya. Selain itu, importir juga harus proaktif mengecek posisi barang kiriman ketika sudah sampai di Indonesia. Importir dapat mengonfirmasi kebenaran data nilai, uraian, dan jumlah barang kepada penyelenggara pos, sebelum penyelenggara pos mengirimkan consignment note (CN) ke Bea Cukai.

“Semoga ketentuan ini dapat dipahami dan dilaksanakan sebaik-baiknya, sehingga arus barang kiriman dapat berjalan baik dan terhindar dari sanksi administrasi yang timbul,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler