Rabu 22 Apr 2020 01:46 WIB

Insipirasi Jamu Kekinian Ala Sejiwa

Jamu dengan merek Sejiwa menghadirkan sensasi manis dan wangi pada kreasinya.

Perajin jamu menjemur irisan temulawak sebagai bahan baku minuman kesehatan. ilustrasi
Foto: ANTARA FOTO
Perajin jamu menjemur irisan temulawak sebagai bahan baku minuman kesehatan. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak begitu suka jamu karena rasanya pahit dan terkesan tradisional? Kalau manis, wangi dan kekinian, mau?

Inilah jamu kreasi Retno Hemawati seorang wanita asal Wonosobo sekitar dua tahun silam, di bawah label "Sejiwa".

Baca Juga

Retno tak menggunakan gula dalam ramuan jamunya, tapi tetap ada rasa cita manis. Rasa manis yang menurut dia tak berlebihan dan jahat untuk kesehatan. Selain manis, dia juga menghadirkan sensasi wangi pada jamu kreasinya, wangi ini berasal dari daun pandan.

"Jadi di lidah rasa tetap jamu, tapi di hidung aromanya wangi yang bisa diterima. Ini yang mungkin kemudian disukai anak-anak muda yang dulunya nggak akrab dengan jamu," kata dia, belum lama ini.

Ada sepuluh macam jamu yang Retno hadirkan yakni kunyit asem, gula asem, sambiloto, bunga telang nipis, jahe wangi, rosella, jus kacang ijo, nipis plus madu, kejem (kencur, jahe, madu dan jeruk nipis) dan mpon-mpon.

Jamu-jamu ini dikemas dalam botol ukuran setengah liter atau 500 ml dan dibanderol Rp 20 ribu-25 ribu. Ada label sticker bertuliskan "Sejiwa" di bagian luar botol, mengingatkan pada minuman kemasan kekinian yang populer di kalangan anak muda beberapa tahun terakhir.

Menurut Retno, jamu yang dulunya semata terkesan tradisional bisa juga dipandang modern, melalui pengemasan yang menarik ditambah rasa dan aroma yang berbeda, tidak jamu banget.

Soal tempat berjualan jamu, sebenarnya Retno tertarik membuat semacam kafe. Nantinya pelanggan bisa minum jamu sembari mengobrol, bekerja dan lainnya seperti coffee shop yang belakangan ini jadi populer di berbagai kalangan. Kafe semacam ini juga seakan bisa mengenyahkan kesan maskulin yang selama ini melekat pada "warung jamu".

"Kafe jamu, wah tertarik banget. Ingin bikin tempat minum yang bisa ngejamu sekaligus ngobrol dan kerja santai, tapi nggak pengin kayak warung jamu pinggir jalan yang sangat maskulin itu ya," tutur Retno.

Tapi, hasrat ini belum bisa dia tuntaskan dalam waktu dekat. Retno masih bersikukuh berjualan tanpa toko dan melayani langsung pembelinya. Alasannya, melayani pelanggan itu seru dan ada mengobrolnya.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement