Kamis 28 May 2020 14:48 WIB

Lama Ditutup, Gedung Berpotensi Picu Penyakit Baru Saat Buka

Tidak mengalirnya air secara mendadak di gedung yang ditutup bisa timbulkan penyakit.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Reiny Dwinanda
Karyawan membersihkan keran air dengan menggunakan cairan disinfektan di Hotel Santika, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/3/2020). Pemilik dan pengelola gedung di seluruh dunia diimbau untuk berhati-hati dalam membuka kembali bangunannya karena berpotensi menimbulkan penyakit infeksi paru Legionnaire.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Karyawan membersihkan keran air dengan menggunakan cairan disinfektan di Hotel Santika, Palembang, Sumatera Selatan, Senin (9/3/2020). Pemilik dan pengelola gedung di seluruh dunia diimbau untuk berhati-hati dalam membuka kembali bangunannya karena berpotensi menimbulkan penyakit infeksi paru Legionnaire.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang ilmuwan kesehatan lingkungan Molly Scanlon mengatakan bahwa ditutupnya gedung-gedung komersial selama berbulan-bulan berpotensi menimbulkan masalah baru. Dia mengatakan, hal itu bisa saja menyebabkan infeksi paru-paru lainnya, yakni penyakit legionella.

Para pakar kesehatan mengungkapkan bahwa penyakit itu timbul karena tidak mengalirnya air secara tiba-tiba dalam gedung-gedung tersebut. Kurangnya aliran air yang mengandung klorin melalui pipa dikombinasikan dengan perubahan suhu yang tidak teratur telah menciptakan kondisi yang cukup kotor untuk kemunculan bakteri penyebab penyakit legionnaires.

Baca Juga

Mereka mendesak para pemilik dan pengelola gedung di seluruh dunia berhati-hati dalam membuka kembali bangunannya untuk umum. Hal tersebut penting dilakukan demi mencegah wabah pneumonia yang parah dan kadang mematikan tersebut.

Mereka mengatakan, jika didiagnosis lebih awal, legionnaires memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah daripada Covid-19. Kebanyakan kasus dapat disembuhkan dengan antibiotik. Selain itu, legionnaire tidak dapat disebarkan dari kontak manusia ke manusia.

Mereka mengatakan, gedung yang telah dikosongkan selama tiga pekan berpotensi menyebarkan penyakit tersebut. Pemilik gedung lantas diimbau untuk menyiram pipa air dengan benar dan tersanitasi. Pipa air juga disarankan dibersihkan sebelum pemilik gedung membuka kembali bangunan mereka.

"Setelah selamat dari Covid-19, siapa yang ingin membuka sebuah gedung lalu memiliki masalah keamanan yang signifikan? Sistem medis kita sudah di bawah tekanan yang cukup seperti sekarang," kata Molly Scanlon seperti diwartakan Times Now News.

Scanlon mengatakan bahwa bangunan yang berisiko termasuk sekolah, gimnasium, pabrik, hotel, restoran, dan poliklinik bedah untuk pasien rawat jalan. Menurut panduan terbaru Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, ancaman itu juga berlaku untuk bak air panas, air mancur, sistem sprinkler, dan jutaan menara pendingin air di atas bangunan komersial.

"Ini masalah dunia, masalah yang bisa diselesaikan dengan tindakan pencegahan," kata ahli mikrobiologi Inggris, Susanne Surman-Lee

Dia mengatakan, sebagian besar perusahaan besar dengan konsultan cenderung menyadari masalah sistem air yang mandek. Namun, hal tersebut akan menjadi tantangan bagi toko-toko kecil dan klub kesehatan serta hotel.

Organisasi standar atau NSF International Chris Boyd mengatakan, saat ini sangat sedikit perusahaan yang memikirkan bagaimana faktor sistem air sebelum membuka kembali gedung-gedung mereka. Dia mengatakan, hal ini belum benar-benar menjadi bagian dari perencanaan kesinambungan bisnis di sisi real estat dunia.

Bakteri menyebar melalui udara

Wabah infeksi bakteri legionnaires pernah terjadi di AS pada 1976 di Philadelphia. Nama penyakit itu diambil dari lokasi temuan awal wabahnya, yakni di American Legion Convention.

Bakteri penyebab penyakit tersebut disebarkan ke udara sebagai aerosol dari sumber air, termasuk dari kepala shower, air mancur, hingga sistem pendingin air industrial. Menurut CDC, hampir 50 ribu orang terinfeksi tahun 2000 hingga 2015.

Orang dengan penyakit legionnaires mengalami pneumonia. Beberapa ahli mengatakan, tanda-tanda penyakit tersebut cenderung menunjukkan gejala yang sama seperti pasien virus corona, seperti batuk, kedinginan, dan demam. Hal itu membuat kemungkinan kesalahan diagnosis.

Dalam publikasi di jurnal The Lancet belum lama ini, dokter di China mengungkapkan temuan bahwa 20 persen pasien virus corona juga menderita penyakit legionnaire. Orang sehat biasanya bisa sembuh, tetapi sering kali memerlukan rawat inap dan antibiotik untuk mengobati infeksi paru-parunya.

Sekitar satu dari 10 tak selamat, menurut CDC. Di antara mereka yang terinfeksi legionnaires selama dirawat di rumah sakit, satu dari empat tidak selamat.

Dr Xiang-Yang Han dari University of Texas Anderson Cancer Center, yang telah lama mempelajari penyakit legionnaires, mengingatkan pentingnya pencegahan dan perencanaan ketika bisnis kembali berjalan. Ia mempertanyakan kecukupan tenaga kerja untuk menyiram setiap fasilitas.

"Ini pekerjaan yang sangat teknis dan orang harus tahu apa yang mereka kerjakan," ujarnya seraya mengingatkan mereka yang melakukan perawatan terhadap pipa air melakukan pencegahan terjangkit legionnaires dengan memakai sarung tangan dan masker.

Berdasarkan situs Dirjen Kemenkes, di indonesia kasus ini pernah terjadi pada sejumlah tempat. Dari hasil survei tahun 2001 bakteri ini terdapat pada air menara sistem pendingin di hotel-hotel dan hampir 20 persen ditemukan dari petugas pengelola air menara sistem pendingin tersebut. Hal ini terlihat dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap darah pada petugas yang terpajan bakteri legionella.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement