REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Tatang Sunendar*
Slogan "akreditasi bermutu, pendidikan bermutu" merupakan komitmen Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Menjadi kesadaran terdalam seluruh pimpinan di tingkat pusat hingga provinsi dan kabupaten kota. Terpampang di player maupun dokumen, misalnya bahan tayang yang dikeluarkan oleh BANS/M.
Slogan itu sangat menarik karena menggambarkan bentuk pertanggungjawaban BAN S/M untuk berkontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. BAN S/M merupakan badan evaluasi mandiri yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Bertugas menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Ada empat faktor yang menjadikan terciptanya akreditasi bermutu yaitu perangkat akreditasi, pelaksanaan, asesor dan sekolah bermutu. Perangkat akreditasi adalah instrumen yang digunakan dalam akreditasi. Pelaksana adalah organisasi yang terlibat dalam pelaksanaan akreditasi seperti BAN S/M, BAN S/M Provinsi serta Koordinator Pelaksana Akreditasi (KPA) tingkat kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan akreditasi bagi sekolah yang habis masa berlaku sertifat akreditasinya, maupun sekolah yang belum pernah diakreditasi.
Asesor adalah sesorang yang ditugaskan untuk melaksanakan visitasi saat kegiatan akreditasi yang belangsung. Sekolah yang diakreditasi merupakan sasaran yang menjadi objek akreditasi. Sekolah ini bisa merupakan sekolah yang baru maupun yang telah habis masa berlakunya sertfikat akreditasi.
Perangkat Akreditasi
Dari keempat faktor tersebut, penulis tertarik pada faktor perangkat akreditasi mengingat beberapa waktu yang lalu mendapatkan sosialisasi perubahan perangkat akreditasi. BAN S/M sudah mengubah perangkat akreditasi yang mengedepankan perbaikan kualitas secara terus menerus terkait kinerja sekolah (performance).
Perangkat akreditasi yang diubah mencakup tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK dan SLB. Perangkat akreditasi yang baru disebut sebagai Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan (IASP), diluncurkan tahun 2020, disebut IASP 2020.
Perubahan perangkat yang dilakukan BAN S/M sangat signifikan, karena mengedepankan prinsip perbaikan kualitas secara terus menerus terkait kinerja sekolah (performance). Sedangkan untuk pemenuhan aspek administrasi (compliance), akan memanfaatkan data pokok pendidikan pendidikan baik di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun di Kementerian Agama.
Sebelumnya perangkat akreditasi tahun 2017 menggunakan prinsip pemenuhan aspek administrasi (compliance) yang mengacu pada delapan standar nasional pendidikan sehingga jumlah butir item perangkat akreditasi melebihi seratus butir item indikator yang diambil indikator delapan standar nasional pendidikan.
Pada IASP 2020, perangkat akreditasi kurang lebih tiga puluh satu butir yang dikelompokan menjadi empat komponen. Terdiri dari mutu lulusan, proses pembelajaran, mutu guru dan manajeman sekolah. Jumlah butir komponen mutu lulusan 14 yang terdiri atas 11 butir inti dan, 2 butir untuk kekhususan SMK. Satu butir untuk kekhususan SLB.
Jumlah butir komponen proses belajar ada 10 yang terdiri atas 7 butir inti dan, 2 butir untuk kekhususan SMK. Satu butir untuk kekhususan SLB. Sementara itu, jumlah butir komponen mutu guru ada 6 yang terdiri atas 4 butir inti dan, 2 butir untuk kekhususan SMK. Jumlah butir komponen Manajemen Sekolah/Madrasah ada 20 yang terdiri atas 13 butir inti dan, 4 butir untuk kekhususan SMK, 3 butir untuk kekhususan SLB.
Peran Sentral Kepala Sekolah
Mencermati empat komponen IASP 2020, menunjukan peran sentral Kepala Sekolah dalam mengelola sekolah. Hal ini ditunjukan dengan komponen manajemen sekolah terdiri dari 20 butir atau hampir 60 persen lebih dari butir secara keseluruhan. Karena akreditasi mengacu pada prinsip penilaian kinerja sekolah, maka Kepala Sekolah hendaknya mengembangkan kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) yang mempunyai 12 dimensi kepemimpian pembelajaran yaitu: (1) Mengartikulasikan pentingnya visi, misi, dan tujuan sekolah yang menekankan pada pembelajaran, (2) Mengarahkan dan membimbing pengembangan kurikulum, (3) Membimbing pengembangan dan perbaikan proses belajar mengajar yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran serta pengelolaan kelas, (4) Mengevaluasi kinerja guru dan mengembangannya, (5) Membangun komunitas pembelajaran, (6) Menerapkan kepemimpinan visioner dan situasional, (7) Melayani kegiatan siswa, (8) Melakukan perbaikan secara terus menerus, (9) Menerapkan karakteristik kepala sekolah efektif, (10) Memotivasi, mempengaruhi, dan mendukung prakarsa, kreativitas, inovasi, dan inisiasi pengembangan pembelajaran, (11) Membangun tim yang kompak, dan (12) Menginspirasi.
Dengan kepemimpinan pembelajaran yang dikembangkan oleh Kepala Sekolah, maka akan tercipta budaya mutu di sekolah tersebut. Sehingga sekolah sebagai ekosistem pendidikan yang terdiri dari peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan serta orang tua akan menghasilkan interaksi yang positif. Dengan interaksi positif akan menumbuhkan rasa tanggung jawab yang besar untuk mengelola sekolah sehingga prestasi peserta didik akan meningkat.
Apapun inovasi dan bentuk intervensi pada sekolah ujung-ujungnya, kalau menurut istilah Mas Menteri, adalah prestasi peserta didik yang meningkat. Maka dengan pendekatan akreditasi yang mengembangkan prinsip peningkatan kinerja, diasumsikan akan melahirkan sekolah yang berbudaya mutu sehingga menjadi sekolah unggul dari berbagai aspek. Maka Slogan akreditasi yang bermutu menuju sekolah yang bermutu akan tercapai. Semoga.
*Penulis adalah Anggota BAN S/M Provinsi Jawa Barat, Widyaiswara Utama Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Jawa Barat.