Senin 01 Jun 2020 04:25 WIB

Mata Bisa Jadi Deteksi Dini Alzheimer

Para ilmuwan kembangkan teknik deteksi alzheimer dengan perubahan tektur retina.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Nora Azizah
Para ilmuwan kembangkan teknik deteksi alzheimer dengan perubahan tektur retina (Foto: ilustrasi mata)
Foto: Readers Digest
Para ilmuwan kembangkan teknik deteksi alzheimer dengan perubahan tektur retina (Foto: ilustrasi mata)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan telah mengembangkan teknik untuk mendeteksi perubahan tekstur retina yang terkait dengan penyakit Alzheimer. Diagnosis dini kondisi ini dapat membantu upaya memperlambat perkembangan penyakit ini.

Lebih dari 5 juta orang berusia 65 atau lebih di Amerika Serikat hidup dengan Alzheimer. Mengingat populasi yang menua, jumlah itu diperkirakan akan mencapai 13,8 juta pada tahun 2050.

Baca Juga

Upaya awal dengan obat-obatan dan latihan mental dapat, berpotensi, memperlambat perkembangan penyakit, namun akan sulit bagi dokter untuk membuat diagnosis yang pasti. Tidak ada tanda-tanda biologis yang jelas, atau "biomarker," dari Alzheimer.  Sebaliknya, dokter mengandalkan indikasi penurunan kognitif dan, kadang-kadang, pemindaian otak.

Namun saat ini, seperti diikutip dari medicalnewstoday.com, Senin (1/6), insinyur biomedis di Duke University, di Durham, NC, telah menemukan teknik yang menggabungkan dua teknologi untuk mendeteksi tanda-tanda penyakit di retina di bagian belakang mata.

Sejauh ini, mereka hanya menguji teknik ini dalam model tikus Alzheimer. Tetapi, jika itu terbukti bekerja pada manusia, temuan ini bisa mengarah pada pengembangan perangkat penyaringan yang relatif murah, ringkas, dan mudah digunakan.

Menurut para peneliti, retina secara efektif merupakan perpanjangan dari sistem saraf pusat dan pernah dianggap sebagai jendela ke otak. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa penipisan retina adalah tanda awal Alzheimer.

Namun, penuaan teratur dan penyakit lain, seperti Parkinson dan glaukoma, juga menyebabkan penipisan ini. Teknologi yang digunakan untuk mengukur ketebalan retina dikenal sebagai optical coherence tomography (OCT). Teknik Ini membangun gambar penampang retina dengan mengirimkan gelombang cahaya ke jaringan dan merekam berapa lama mereka kembali.

Namun, OCT dapat memberikan hasil yang tidak konsisten, karena perbedaan di antara mesin dan bagaimana mereka dioperasikan. Untuk mengatasi kekurangan teknologi, para peneliti Duke menggabungkan OCT dengan teknik pencitraan yang disebut angle-resolved low-coherence interferometry (a / LCI), yang menganalisis bagaimana retina menyebar cahaya untuk mengukur morfologinya.

Dalam model tikus Alzheimer, mereka menemukan bahwa lapisan paling atas retina lebih kasar dan lebih teratur daripada pada tikus tanpa penyakit. Studi lain telah menemukan bahwa plak yang mencirikan Alzheimer di otak juga ada di lapisan retina ini, yang disebut lapisan serat saraf. Plak-plak ini mungkin salah satu fitur khas yang memberikan retina tekstur yang lebih kasar dan lebih bervariasi pada Alzheimer.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement