REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Nana Sudiana, Aktivis Filantropi & Pemerhati Sosial Kemanusiaan
Pandemi Covid-19 ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan dan ekonomi saja. Bahkan sejumlah keluarga pun ikut terdampak pandemi ini. Mulai dari soal munculnya ketegangan antara anggota keluarga, konflik antara suami dan istri, bahkan hingga berujung perceraian.
Pada mulanya wabah ini sendiri bermula dari Wuhan, China. Kini pandemi ini secara global telah menjangkiti lebih dari 200 negara di dunia. Dan, sebagaimana kasus ini bermula, dampak yang terjadi pada rumah tangga pun mulai terlihat pertama kali di China.
Dari sejumlah catatan media, angka perceraian di China dilaporkan meningkat seiring dengan bertambahnya pandemi. Hal ini diduga akibat pasangan “menghabiskan waktu bersama terlalu lama selama masa karantina pandemi Covid-19".
Dalam prediksi para ahli di sana, angka perceraian ini kemungkinan akan meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan mendatang seiring masih terjadinya pandemi Covid-19 yang belum tuntas terselesaikan. Salah satu fakta yang ada, telah tercatat di Dazhou, Provinsi Sichuan, ada 300 pasangan yang hendak bercerai sejak 24 Februari.
Menurut data WHO yang dikutip di situs Media Indonesia (https://m.mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/2010-kdrt-dan-perceraian-di-masa-pandemi), banyak negara melaporkan terjadi peningkatan kasus KDRT di masa pandemi, antara lain Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jepang. Di Spanyol, KDRT pada April 2020 meningkat 60 persen ketimbang April 2019. Dibandingkan dengan Maret 2020, kasus KDRT juga naik 38 persen. Di Inggris, panggilan pada saluran laporan KDRT meningkat 49 persen pada awal April 2020 jika dibandingkan dengan April 2019.
Di Prancis, laporan KDRT pada Federasi Nasional untuk Solidaritas Perempuan naik 2-3 kali lipat sejak negara ini memberlakukan karantina wilayah atau lockdown. Badan Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) pun memperkirakan akan ada 31 juta kasus kekerasan domestik di dunia jika penutupan wilayah berlangsung hingga 6 bulan.
Masih menurut situs Media Indonesia tadi, khusus di Indonesia, kecenderungan yang sama juga berlangsung. Menurut hasil survei daring Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terhadap lebih dari 20.000 keluarga, 95 persen keluarga dilaporkan stres akibat pandemi dan pembatasan sosial.
Hal ini terjadi pada April-Mei 2020. Data Komnas Perempuan selama wabah hingga 17 April, pengaduan kekerasan pada perempuan via surat elektronik sebanyak 204 kasus. Ada pula 268 pengaduan via telepon dan 62 via surat. Selain KDRT, keharusan menjalankan karantina juga meninggikan kecenderungan terjadinya perceraian.
Bagi amil zakat, keluarga adalah hal yang sangat penting. Keluarga bagi mereka, ibarat oase di mata musafir yang sedang ada ditengah gurun. Tempat yang diimpikan, dinikmati betul ketika ada di dalamnya, dan selalu dirindukan. Keluarga juga selama ini yang mendorong para amil bekerja siang malam menunaikan amanahnya di lembaga masing-masing tanpa kenal lelah.
Tapi ibarat pepatah, tak ada gading yang tak retak, para amil tentu saja bukan manusia yang sempurna. Pasti ada cacat dan kekurangan, termasuk dalam mengelola keluarga mereka ketika pandemi melanda. Tentu ada dinamika, kadang sedikit drama dan bumbu-bumbu lainnya dalam mengelola keluarga mereka.
Dalam tulisan singkat ini, akan dideskripsikan bagaimana keluarga amil mengelola konflik keluarganya di masa pandemi covid-19.