REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemanfaatan berbagai fasilitas Bea Cukai dan perpajakan atas impor barang untuk penanganan pandemi Covid-19 terus berlanjut dalam rangka masa pemulihan ekonomi nasional. Hingga Juli 2020, realisasi pemberian fasilitas untuk percepatan pelayanan impor dan menjaga stabilitas harga alat-alat kesehatan tersebut telah tersebar ke berbagai sektor.
Berdasarkan data hingga tanggal 1 Juli 2020 dari sektor kepabeanan, fasilitas fiskal impor barang untuk penanggulangan Covid-19 telah diberikan dengan total nilai impor mencapai Rp 5,9 triliun. Adapun fasilitas yang dimanfaatkan oleh importir diantaranya melalui skema barang hibah bagi yayasan/lembaga sosial (PMK70), barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat/ Daerah (PMK 171), dan barang penanggulangan Covid-19 sesuai lampiran huruf A (PMK 34).
Fasilitas yang diberikan dari skema tersebut berupa pembebasan bea masuk (BM), tidak dipungut PPN, dan dikecualikan dari pungutan PPh 22 Impor. Total nilai pembebasan hingga 01 Juli 2020 mencapai Rp 1,4 triliun dengan rincian pembebasan BM sebesar Rp 554.316.599.904, tidak dipungut PPN sebesar Rp 578.113.073.250, dan dikecualikan dari pungutan PPh 22 sebesar Rp 300.173.847.910.
Penerima fasilitas pembebasan BM dan pajak impor paling banyak menggunakan skema PMK 34. Hingga 1 Juli 2020, nilai fasilitas dengan skema PMK 34 mencapai Rp 955,05 miliar, dengan penerima terbanyak adalah perusahaan sebesar Rp 724 miliar atau 75,87 persen dari total nilai pembebasan impor alat kesehatan, diikuti pemerintah sebesar Rp 152,8 miliar atau 16,00 persen, kemudian Yayasan/Lembaga non profit sebesar Rp 76,05 miliar atau 7,96 persen dan perorangan sebesar Rp 1,55 miliar atau 0,18 persen.
Impor barang dengan fasilitas skema PMK 34 hingga 23 Juni 2020 terdiri dari beberapa kategori alat kesehatan. Untuk alkes masker didominasi oleh masker bedah sebanyak 99 juta buab dengan nilai impor Rp 400 miliar, diikuti masker lainnya sebanyak 52,7 juta pcs senilai Rp 276 miliar, dan masker gas sebanyak 3,4 juta buah senilai Rp 15,2 miliar. Alkes berupa pakaian pelindung diri berjumlah 3,9 juta buah dengan nilai impor Rp 789 miliar. Untuk impor hand sanitizer sebanyak 2,3 juta buah dengan nilai impor Rp 44,1 miliar.
Sebaran penerima fasilitas untuk impor alkes ada di hampir seluruh provinsi di Indonesia yang didominasi oleh Jakarta dengan kantor pemasukan Bea Cukai Soekarno Hatta. Terdapat 1.042 entitas yang melakukan impor di Bea Cukai Soekarno Hatta dengan jumlah dokumen 2.344 dengan nilai impor 4,07 triliun atau 68,28 persen dari impor alkes secara nasional.
Adapun proses permohonan rekomendasi BNPB untuk kelengkapan dokumen impor alat kesehatan mengalami penurunan sejak awal minggu ketiga bulan April dan cenderung stabil pada pertengahan bulan Mei sampai dengan Juni 2020.
Di bidang cukai, fasilitas pembebasan diberikan terhadap etil alkohol untuk penanganan Covid-19, khususnya sebagai bahan dasar produksi hand sanitizer, desinfektan, dan sejenisnya. Kuota etil alkohol yang diberikan pembebasan cukai sebanyak 86.134.420 liter dengan realisasi sebanyak 16.148.828 liter senilai Rp 322.976.560.000 dengan penerima fasilitas terdiri dari 149 pihak komersial dan 63 nonkomersial.
Bea Cukai berkomitmen untuk melayani masyarakat 24 jam/7 hari dan memberikan berbagai kemudahan melalui fasilitas dan relaksasi kebijakan di tengah kondisi pandemi Covid-19, sehingga masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan alat-alat kesehatan. Bagi pengguna jasa maupun masyarakat yang membutuhkan informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Contact Center Bea Cukai 1500225 (live web chat di bit.ly/bravobc) maupun melalui media sosial @beacukairi.