REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Perdagangan bebas merupakan kebijakan yang dilakukan oleh dua negara atau lebih, yaitu ketika perdagangan dan jasa bisa melewati batas negara tanpa dikenai tarif atau ongkos sama sekali. Perjanjian tersebut sifatnya terbuka dan semua pihak berhak untuk memberikan penjelasan masing-masing.
Hal ini diungkapkan Kepala Bagian Umum Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT (Balinusra), I Made Wijaya, pada Kamis (17/9), ketika membuka penjelasan peran Bea Cukai dalam perdagangan bebas. Menurut Made, lebih dari tiga ratus perjanjian perdagangan bebas telah disepakati di seluruh dunia.
Perdagangan bebas dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrol pasar domestik dan supply bahan baku industri dalam negeri. Ia pun menjelaskan Bea Cukai sebagai sebagai trade facilitator memegang peran dalam memfasilitasi perdagangan dalam negeri.
“Selain sebagai receiving authority, Bea Cukai juga mengambil peran dalam negosiasi perjanjian perdagangan bebas bersama-sama dengan instansi lainnya, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Dalam perundingan ini, Bea Cukai turut melakukan upaya negosiasi dalam rangka meningkatkan upaya pengawasan terhadap barang-barang impor di era perdagangan bebas,” ujar Made.
Bea Cukai juga turut berperan dalam mengupayakan agar perjanjian perdanganan bebas dapat dimanfaatkan untuk mendorong perdagangan terutamanya di pasar domestik. Bagaimana Indonesia dapat melihat peluang komoditas yang perlu dibatasi perdagangannya untuk menjaga ketersediaan di dalam negeri, ataupun komoditas-komoditas yang berpotensi besar untuk diperluas pasarnya. Selain itu, masih menurut Made, Indonesia juga diharapkan dapat memanfaatkan kesepakatan tarif dalam perdagangan bebas untuk mendapatkan supply bahan baku industri yang lebih efisien sehingga perusahaan dapat menekan biaya dan mendapatkan pilihan yang lebih luas untuk supply bahan baku.
“Dalam memberikan fasilitasi perdagangan, kemudahan layanan kepabeanan dan cukai adalah hal yang juga menjadi fokus dari Bea Cukai. Bea Cukai terus melakukan perbaikan layanan melalui otomasi memanfaatkan teknologi informasi. Layanan berbasis teknologi informasi secara tidak langsung juga akan memberikan kepastian serta efisiensi waktu dan biaya bagi pengusaha,” tambahnya.
Penjelasan serupa juga diberikan oleh Made dan perwakilan Kanwil Bea Cukai Balinusra lainnya saat menerima kunjungan tim peneliti dari Pusat Penelitian Sekretariat Jenderal DPR RI pada tanggal 10 September 2020. Saat itu, kata Made, tim peneliti yang dipimpin oleh Dr. Drs. Humprey Wangke., M.Si. melakukan kegiatan penelitian dalam rangka pemenuhan permintaan dewan mengenai optimalisasi perjanjian perdagangan internasional yang hasilnya akan digunakan sebagai bahan masukan bagi DPR RI.
Ia mengungkapkan isi bahasan dalam kunjungan tersebut. “Selain membahas peran Bea Cukai dalam perdagangan bebas, kami juga membahas bagaimana Bea Cukai mengatasi dwelling time yang merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan ekspor impor serta bagaimana Bea Cukai melakukan kerjas ama luar negeri dengan lembaga sejenis untuk memperlancar pemeriksaan barang ekspor dan impor,” ujar Made.