REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, menyesalkan dan protes keras sikap Perdana Menteri Vanuatu. Pasalnya, Perdana Menteri dan delegasi Vanuatu kembali menuduh Indonesia telah melakukan pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat dalam Sidang Umum PBB pada Sabtu, (26/9).
Syarief Hasan memandang bahwa Vanuatu salah satu negara di kawasan Pacifik ini mendapatkan informasi yang salah dan keliru. Sebab, Papua dan Papua Barat yang merupakan bagian dari Indonesia adalah provinsi yang paling mendapatkan perhatian dalam pemerataan pembangunan satu dekade terakhir.
“Isu pelanggaran HAM di Papua dan Papua Barat tidaklah benar. Bahkan, TNI dan POLRI-lah yang berusaha melindungi masyarakat Papua dan Papua Barat dari serangan-serangan yang berulangkali dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata, Vanuatu jelas telah mendapatkan informasi yang keliru dan menyesatkan,” ungkap Syarief Hasan.
Anggota DPR RI Komisi I yang juga membidangi Luar Negeri dan Pertahanan ini menilai ada upaya dari Vanuatu untuk membantu menyuarakan kepentingan organisasi Papua merdeka. “Ini bukan kali pertama Vanuatu menuduh Indonesia. Pemerintah harus mengambil langkah tegas terkait hal ini,” ungkap Syarief.
Memang, hampir setiap tahun, Vanuatu negara kecil di kawasan Pasifik itu selalu mengangkat secara subjektif dan menyesatkan terkait isu pelanggaran HAM di Papua. Bahkan, Vanuatu pernah menyeludupkan penggerak pembebasan Papua Barat, Benny Wenda bersama delegasi Vanuatu di Kantor Komisi Tinggi HAM PBB, tanpa sepengetahuan KT HAM PBB.
Ia pun mendorong Pemerintah untuk evaluasi hubungan diplomatik Indonesia dengan Vanuatu. Tindakan yang dilakukan Vanuatu dengan terus menerus mengangkat isu Papua dan Papua Barat yang merupakan wilayah sah kedaulatan Indonesia dan sikap Vanuatu tersebut yang mencampuri urusan dalam negeri Indonesia adalah telah menciderai hubungan diplomatik kedua negara.
"Vanuatu telah menunjukkan sikap tidak menghormati kedaulatan Indonesia dan terkesan mendukung separatis bersenjata yang mengganggu masyarakat di Tanah Papua,” tegas Syarief Hasan.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini juga mengapresiasi para diplomat muda Indonesia di PBB. “Bagaimana Nara Rahmatia pada tahun 2016, lalu Ainan Nuran pada tahun 2017, Aloysus Selwas Taborat yang merupakan pemuda asli Papua pada tahun 2018, Ray pada tahun 2019, dan terbaru Silvany Austin Pasaribu yang menggunakan hak jawab untuk membela teritorial Indonesia di Sidang PBB harus mendapatkan apresiasi,” puji Syarief.
Ia juga mendorong Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri untuk lebih aktif dalam melakukan kerja diplomatik khususnya dengan negara kawasan Pacific. Menurutnya, Kemenlu juga harus lebih banyak melakukan antisipasi dan mitigasi isu sensitif, khususnya menyangkut teritorial Indonesia.
“Kemenlu harus aktif di forum-forum internasional, khususnya negara-negara kawasan Pacifik dalam memberikan gambaran yang utuh terkait kondisi Papua dan Papua Barat yang telah mengalami banyak kemajuan. Ini juga merupakan bagian dari komitmen kita menjaga NKRI sesuai UUD NRI 1945," tutup Syarief Hasan.