REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Setiap akhir bulan September, di tengah masyarakat biasa muncul perbincangan tentang G 30 S/PKI, baik mengenai sejarah, film, atau masalah ideologinya. Terkait hal yang demikian, salah satu media online menggelar ‘talkshow’ dengan tema ‘Kebangkitan Komunisme dan Ketahanan Nasional’. Acara yang dimulai pukul 14.00 WIB, 29 September 2020, lewat zoom itu menghadirkan pembicara Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dan Kader Bela Negara, Lieus Sungkharisma.
Dalam paparan, Jazilul Fawaid dengan tegas mengatakan ideologi komunis tetap perlu diwaspadai. Ia merupakan bahaya laten yang bisa muncul kembali dalam berbagai bentuk. “Sebab laten makanya munculnya sulit dideteksi,” ujar politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. Dikatakan isu tentang komunisme, PKI, bukan sekadar isu namun sesuatu yang laten sehingga hal demikian perlu diwaspadai.
Menurut alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) itu kita tak boleh abai. Dalam masalah pemberontakan, diakui dilakukan oleh banyak kelompok namun pemberontakan komunis tercatat yang paling banyak tertulis dan didokumentasikan dalam banyak bentuk, mulai dari tahun 1948 dan 1965, bahkan difilmkan lewat ‘Pemberontakan G 30 S/PKI’ yang kerap diputar setiap akhir September apalagi di masa Orde Baru menjadi tontonan wajib. “Tak ada larangan untuk memutar kembali film itu,” ujarnya. “Film itu untuk mengingatkan kewaspadaan kita,” tambahnya. Film yang ada diakui memberi penyadaran masyarakat akan bahaya komunisme. “Untuk mengingatkan masa lalu yang kelam,” ujarnya.
Membendung komunisme dikatakan oleh pria kelahiran Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, itu ada dasarnya, yakni Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966. Ketetapan itu disebut masih berlaku.
Selain mengacu pada ketetapan yang masih dijadikan landasan hukum, untuk membendung paham-paham yang tidak sesuai dengan Pancasila, menurut Jazilul Fawaid, MPR melakukan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika atau yang lebih popular disebut dengan 4 Pilar MPR. “Empat Pilar tidak ada yang bertentangan dengan HAM,” ungkapnya.
Nilai-nilai Pancasila dikatakan harus diimplemetasikan dalam kehidupan keseharian oleh semua tingkatan masyarakat. “Saya yakin ideologi yang tak sesuai dengan karakter bangsa akan hilang bila kita menjalankan nilai-nilai Pancasila,” ujar pria yang akrab dipanggil Gus Jazil itu. Dirinya menyayangkan apabila ada pejabat yang jauh bahkan menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. Pancasila jangan dianggap remeh sebab ideologi ini dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan perjuangan yang panjang. Kesaktian Pancasila akan terwujud bila menyatukan berbagai kelompok di masyarakat.
Munculnya paham atau ideologi yang tak sesuai dengan karakter bangsa menurut Jazilul Fawaid juga disebabkan oleh adanya ketidakadilan dan ketimpangan dalam berbagai bidang, tidak ada kesejahteraan dan banyaknya kemiskinan di masyarakat. Dalam UUD maupun UU sebenarnya banyak aturan yang mendorong terciptanya tatanan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Untuk itu dirinya mendorong agar pemerintah bekerja keras untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. “Maksimalkan amanah UUD,” tegasnya.