REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Di tengah pandemi Covid-19 di mana even-even diselenggarakan secara virtual, ide gagasan Pameran Tunggal Virtual Seni Kaligrafi Islam Kontemporer dengan pendekatan 3D interaktif karya M Arif Syukur yang diselenggarakan hari ini, Sabtu (10/10) menjadi model dan inspirasi bagi para kaligrafer dan seniman lukis khususnya untuk tidak boleh berhenti berkarya. Kemajuan teknologi serta mewabahnya Covid1-19 di dunia global harusnya menjadi berkah, bukan hanya dipandang sebagai musibah.
“Proses kreativitas tidak boleh melemah apalagi berhenti, karenanya peluang dan tantangan harusnya membuat kita lebih tertantang untuk mengembangkan ide dan gagasan khusunya dalam berkesenian,” kata Arif Syukur dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Arif Syukur bukan saja seorang kaligrafer tapi sekaligus motivator dalam menggerakkan kelesuan dalam berkesenian, khususnya seni kaligrafi. Impian yang dicetuskannya menjadikan Jakarta kiblatnya seni kaligrafi Islam di Indonesia dan dunia adalah sebuah mimpi besar yang masih terus ditapaki dan terus dibangkitkan dalam ruang publik yang lebih besar.
Menurut Arif, pameran tunggal virtual seni kaligrafi Islam kontemporer karyanya tersebut merupakan yang pertama kali di Indonesia. “Pagelaran pameran kaligrafi seperti ini harus terus ditumbuhkembangkan di tengah masyarakat sebagai wujud Islam yang rahmatal lil ‘alamiin. Berdakwah melalui seni kaligrafi yang bersifat universal lebih bisa diterima semua kalangan. Dengan ilmu hidup jadi terarah, dengan ilmu/teknologi hidup jadi mudah, dan dengan seni hidup terasa lebih indah,” ujarnya.
Pameran Tunggal Virtual Seni Kaligrafi Islam Kontemporer yang merupakan pertama kali di Indonesia ini mengambil tema besar ‘World Turns, Art Turns’. “Ketika kondisi dunia berubah, maka seni (khususnya kaligrafi) harus juga beradaptasi dengan perubahan,” tuturnya.
Karya yang dihadirkan memiliki karakter yang sangat berbeda dari kebanyakan karya yang pernah ada, karakter dalam berkarya adalah sesuatu yang sangat sulit ditemukan bagi seorang seniman. “Karya yang dihadirkan dengan tumpukan huruf kaligrafi arab dan balutan garis yang berpadu dalam bentuk dan warna sangat mengundang decak kagum dan keingintahuan makna apa yang tersembunyi di balik karya yang disuguhkan,” papar Arif.
Ia menambahkan, karya itu dihasilkan dari proses manual (tangan) dan digital (komputerisasi) memilki kekuatan tersendiri dalam setiap karyanya. Pemanfaatan teknologi dalam berkarya yang ditampilkan menjadi kewajaran, karena background pendidikan yang di tempuh adalah senirupa jurusan desain grafis di Universitas Negeri Medan.