REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Kongres II Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yakni Sumpah Pemuda, tercipta melalui proses yang panjang. Gagasan yang ada tidak muncul pada tahun 1928 namun sudah ada saat Kongres I Pemuda pada tahun 1926.
Menanggapi hal yang demikian, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid menuturkan proses untuk menjadi bangsa Indonesia memang memerlukan sejarah panjang. “Bangsa ini merdeka tidak secara instan atau pemberian penjajah namun melalui proses yang panjang,” ujar Jazilul Fawaid, Jakarta, Selasa (27/10).
Dikatakan sejak Perang Diponegoro, Perang Padri, Perjuangan Sultan Hasanuddin, serta kisah-kisah perjuangan tokoh agama dan masyarakat lainnya dilakukan agar bangsa ini lepas dari penjajahan bangsa asing. Dalam setiap tahap, menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu para pejuang selalu berpikir bagaimana Indonesia ada. Perjuangan itu penuh dengan tantangan, mereka rela mengorbangkan harta bahkan nyawa.
“Bila di antara pejuang gugur atau tidak bisa melanjutkan cita-citanya, mereka akan diteruskan oleh pelanjutnya,” tuturnya.
“Mati satu tumbuh seribu, esa hilang dua terbilang,” tambahnya. Pun demikian saat Kongres I Pemuda, ketika usulan yang ditawarkan kepada peserta kongres belum disepakati, maka mereka terus memperjuangkan gagasan besarnya, Indonesia.
Kegigihan para pemuda pada masa itu, menurut pria asal Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, ini semangatnya perlu dirawat dan dilestarikan. Pada masa itu para pemuda tak lelah-lelah dan tak habis-habisnya memikirkan bagaimana satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia.
Nah, saat ini menurut Jazilul Fawaid para pemuda harus tak lelah-lelahnya dan tak habis-habisnya bagaimana persatuan yang sudah dirintis oleh para pemuda terdahulu bisa dipertahankan bahkan diperkokoh. “Para pemuda atau generasi muda sekarang harus terus berpikir bagaimana persatuan tetap terjaga,” tegasnya.
Tantangan pada masa sekarang dikatakan oleh pria yang akrab dipanggil oleh Gus Jazil lebih berat. Dulu musuhnya sangat jelas, yakni penjajahan Belanda.
Saat ini tantangan yang dihadapi oleh para pemuda tak hanya masalah yang ada pada dirinya namun juga masalah kebangsaan. Sebagai bangsa yang terdiri dari beragam suku, bahasa, dan agama, keragaman yang ada di satu sisi bisa menyatukan namun di sisi lain bisa menjadi pemicu perpecahan.
Potensi perpecahan yang ada menurut Jazilul Fawaid bisa terjadi bila ada sikap saling menang sendiri, benar sendiri, dan berita bohong atau hoaks. Bila pada masa lalu, penjajah adalah musuh yang nyata di depan mata maka hal-hal itulah yang menjadi tantangan para pemuda saat ini.
“Bila pemuda pada masa lalu peduli pada bangsanya, maka pemuda saat ini juga wajib demikian,” ungkapnya.
Untuk itu diharapkan para pemuda dalam bersikap harus lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi. Bila mengutamakan kepentingan bangsa maka pemuda tidak akan bersikap menang sendiri atau benar sendiri namun kebersamaan.
“Sikap demikianlah yang perlu dikembangkan,” tuturnya.
Pada Kongres II Pemuda, sikap kebersamaan dan tidak merasa menang dan benar sendiri terbangun. “Hasilnya sangat luar biasa, Sumpah Pemuda,” tuturnya. Sebagai keputusan yang monumental, menurut alumni PMII, Sumpah Pemuda perlu terus dilanggengkan. “Dilanggengkan oleh kita dengan tetap menjaga persatuan,” ujarnya.