REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Subroto, Jurnalis Republika
Tahun 2005 kantor memintaku berangkat liputan ke Siprus Utara. Waduh negara apa itu ? Aku baru dengar namanya dan tak tahu apa-apa tentang negara itu.
Terpaksa aku cari-cari informasi di buku dan internet. Dengan begitu aku tak terlalu kosong saat liputan nanti. Riset dokumentasi kulakukan sebelum berangkat, dan untuk memperkaya tulisanku nanti.
Dari hasil pencarianku, Siprus Utara atau Siprus Turki terletak di Pulau Siprus di Laut Tengah atau Mediteranea. Jaraknya kira-kira 100 km Selatan di Turki. Tak banyak yang tahu dimana dan bagaimana negara dengan nama Republik Turki Siprus Utara itu.
Hanya Turki yang mengakui sebagai Siprus Utara sebagai negara. Karena belum diakui sebagai negara maka untuk masuk kesana tak menggunakan visa Siprus Utara. Aku masuk dari Istambul dengan menggunakan visa Turki.
Aku diundang pemerintah Siprus Utara dalam rangka peringatan hari pembebasan wilayah itu oleh Turki. Dari Indonesia hanya dua orang media yang diundang, Republika dan Kompas. Kompas mengirim wartawannya di Kairo. Jadinya aku berangkat sendiri dari Jakarta. Selain wartawan ada juga anggota DPR dari Partai Golkar dan PAN.
Siprus Utara adalah negara yang indah. Pantai-pantainya biru, airnya tenang. Dermaga-dermaganya cantik. Di banyak sudut kita bisa melihat bangunan-bangunan kuno peninggalan masa lalu.
Selama beratus tahun Siprus dikuasai oleh Kekaisaran Ottoman. Wilayah ini kemudian menjadi rebutan Inggris dan Turki.
Siprus merdeka dari Inggris tahun 1960. Tahun 1974 militer Yunani melakukan kudeta dan mencaplok Siprus. Sebagai balasan, Turki menyerbu dan merebut wilayah bagian utara.
Sejak itu Siprus terbagi menjadi dua: Siprus Yunani dan Siprus Turki. Hanya Siprus Yunani yang diakui PBB dan menjadi anggota Uni Eropa. Sedangkan Siprus Turki hanya diakui oleh Turki.
Aku sangat menikmati kunjungan ke Siprus Utara. Selain pemandangan yang elok, tak sulit menemukan makanan halal di sini.
Kebanyakan penduduknya adalah orang Turki. Mereka ramah. Kendati tak bisa berhasa Inggris, mereka menyapa dengan bahasa Turki yang aku juga tak mengerti artinya.
Jalan-jalan aku sering menggunakan bahasa isyarat alias bahasa Tarzan. Membeli souvenir memakai bahasa Tarzan. Tapi semua lancar saja, tak ada kendala.
Ada kejadian yang lucu saat aku akan membeli souvenir di dermaga di Kota Famagusta. Famagusta adalah kota tua yang terletak di bagian utara.
Aku tertarik dengan sebuah miniatur VW Combi yang terbuat dari kayu. Bentuknya bagus, buatannya rapi. Harganya pun murah. Saat aku lihat bagian bawahnya, ternyata ada tulisan: Made in Indonesia. Yaa.. kalau aku beli nanti dikira dapat dari Malioboro. Nggak jadi.