Sabtu 21 Nov 2020 02:05 WIB

Pakar Peringatkan Virus Dapat Lawan Vaksinasi

Menurut pakar, keberadaan vaksin bukan akhir segalanya.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Penemuan vaksin Covid-19 sudah di depan mata, namun itu bukan akhir segalanya, menurut pakar penyakit menular dari India, Gifty Immanuel.
Foto: republika
Penemuan vaksin Covid-19 sudah di depan mata, namun itu bukan akhir segalanya, menurut pakar penyakit menular dari India, Gifty Immanuel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ahli penyakit menular asal Bangalore, India bernama Gifty Immanuel mengatakan, virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit Covid-19 dapat melakukan perlawanan terhadap vaksinasi. Ia mengingatkan bahwa satu-satunya yang dianggap sebagai perlindungan untuk mengakhiri pandemi yang tengah terjadi mungkin tak akan sepenuhnya efektif.

Immanuel mengatakan, meski telah dilakukan kerja sama luar biasa untuk mengamankan kandidat vaksin yang layak dalam waktu kurang dari 12 bulan, tetap ada potensi ‘jebakan’ yang tak dapat diabaikan ke depan. Ia menyebut ini terkait dengan sistem kekebalan manusia.

Baca Juga

Menurut Immanuel, virus akan melawan upaya vaksinasi dan dapat menciptakan mutan yang lolos dari vaksin, termasuk strain lebih ganas. Ia menekankan masalah pemusnahan cerpelai yang belum lama ini dilakukan di Denmark, setelah hewan itu ditemukan menjadi inang virus corona jenis baru yang jauh lebih kuat.

Immanuel mengatakan, peristiwa zoonosis semacam ini tidak dapat dikesampingkan dan dapat sepenuhnya menghancurkan upaya yang dunia miliki saat ini. Penelitian untuk vaksinasi Covid-19 telah dilakukan dengan sangat cepat dengan tingkat kolaborasi dan persaingan antara badan ilmiah dan perusahaan farmasi dilakukan selama setahun terakhir.

photo
Vaksin Covid-19 generasi pertama kemungkinan besar belum sempurna. - (Republika)

Immanuel mengatakan, ini berarti pemantauan untuk reaksi jangka panjang terhadap vaksinasi perlu dilanjutkan, termasuk mengenai tingkat kemanjuran untuk kandidat vaksin yang ada, seperti dari Moderna dan Pfizer yang mungkin tidak berjalan dengan baik setelah periode beberapa bulan. Ia menyebut, vaksin Hepatitis B saat ini memiliki tingkat kemanjuran sekitar 80 persen, sedangkan influenza mungkin adalah 60 persen.

Menurut Immanuel, "booster jabs" alias dosis penguat yang dibutuhkan tahun demi tahun dapat menyebabkan virus bermutasi serta pasti akan menjadi resisten. Hal ini juga mengarah pada risiko teoretis peningkatan antibodi, di mana saat seseorang tertular sesuatu untuk kedua kalinya, kondisi dapat menjadi lebih parah dibandingkan yang pertama, seperti demam berdarah.

Pernyataan Immanuel muncul ketika pembuat kandidat vaksin virus corona dari Universitas Oxford, Inggris melaporkan tanda-tanda peningkatan tentang bagaimana vaksinasi bekerja pada orang dewasa yang lebih tua, setelah uji coba Fase Da dilakukan. Hasil studi dari tim Universitas Oxford menunjukkan kandidat vaksin yang terbuat dari virus simpanse yang dimodifikasi -tampaknya lebih dapat ditoleransi pada orang dewasa lebih tua, dibandingkan orang dewasa yang lebih muda.

Vaksin itu disebut aman dan dapat ditoleransi dengan baik serta memiliki profil reaktogenisitas yang lebih rendah pada orang dewasa lebih tua daripada pada orang dewasa lebih muda.

"Jika tanggapan ini berkorelasi dengan perlindungan pada manusia, temuan ini menggembirakan karena orang yang lebih tua berada pada risiko Covid-19 parah yang tidak proporsional sehingga setiap vaksin yang diadopsi untuk digunakan melawan SARS-CoV-2 harus efektif pada orang dewasa yang lebih tua,” tulis studi tim Oxford yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet, seperti dilansir NZ Herald, Jumat (20/11).  

Penemuan ini berarti vaksin yang dikembangkan oleh Universitas Oxford dan AstraZeneca menghasilkan lebih sedikit efek samping pada orang-orang berusia 56 tahun ke atas dibandingkan pada orang dengan umur lebih muda. Vaksin tersebut saat ini sedang menjalani uji coba Fase Tiga yang lebih besar dan komprehensif untuk mengonfirmasi hasil.

photo
Perbedaan vaksin, vaksinasi, dan imunisasi - (Republika)

Memastikan vaksin bekerja dengan baik di antara orang tua dianggap penting karena Covid-19 lebih rentan terhadap mereka, terkait sistem kekebalan yang cenderung melemah seiring bertambahnya usia. Penulis utama studi, Andre Pollard, mengatakan, sebagai akibatnya, sangat penting bahwa vaksin diuji pada kelompok lanjut usia, yang juga merupakan kelompok prioritas untuk imunisasi.

Uji coba fase dua melibatkan 560 peserta, di mana 240 di antaranya berusia di atas 70 tahun dan dibagi menjadi beberapa kelompok menerima satu atau dua dosis vaksin atau plasebo. Vaksin Oxford/AstraZeneca adalah satu dari 48 yang sedang menjalani uji coba pada manusia melawan Covid-19.

Dalam dua minggu terakhir, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) Pfizer yang bekerja sama dengan BioNTech dan Moderna telah mengumumkan hasil uji coba Fase Tiga. Hasilnya menunjukkan bahwa kedua kandidat vaksin memiliki efektivitas hingga 95 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement