Jumat 27 Nov 2020 13:08 WIB

Pandemi, Generasi Muda Butuh Dukungan untuk Kesehatan Mental

Satu dari tiga anak berusia 15 tahun saat ini menilai kesehatan mental mereka buruk

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi kesehatan mental
Foto: Pixabay
Ilustrasi kesehatan mental

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini menjadi tahun yang berat bagi semua orang karena telah terjadi wabah virus Covid-19 yang menular, sehingga terjadi penutupan sekolah, perbatasan keramaian dan dampak yang lebih luas lagi. Hal ini menambah lapisan kerumitan pada tantangan yang dihadapi generasi muda, khususnya di Inggris.

Bagi mereka hidup saat sekarang lebih sulit. Sebab, masa depan yang cerah dan memuaskan jauh dari jangkauan mereka. Dilansir dari Indepndent.co.uk, Jumat (27/11), generasi muda banyak yang berbagi tentang pengalamannya di kala pandemi Covid-19. Mereka bilang pandemi ini mempengaruhi kesehatan mentalnya. Penelitian oleh Unicef ​​telah menunjukkan bahwa di Inggris, satu dari tiga anak berusia 15 tahun saat ini menilai kesehatan mental mereka buruk. Ini merupakan data statistik yang mengejutkan.

Baca Juga

Adapun yang berbagi pengalaman ia mengalami kesehatan mental yang buruk yaitu, Niamh Brook yang merupakan anggota dari Unicef ​​UK Youth Advisory Board. Ia bercerita memiliki masalah dengan kecemasan sejak berusia 11 tahun. Ia tidak sepenuhnya yakin apa yang menyebabkannya dan beberapa ingatannya agak kabur. Ia ingat duduk di kantor terapis, dengan perasaan mual yang aneh di perutnya.

Ia selalu membayangkan monster padahal sebenarnya hanya seorang wanita yang sedikit menakutkan yang memakai terlalu banyak lipstik. Seiring bertambahnya usia, kecemasannya semakin memburuk.  Tidak ada yang pernah memberi tahu betapa marah dan kasarnya hal itu.

Ada hari-hari ketika berteriak dan menangis, tanpa benar-benar tahu mengapa dan ia merasa begitu terperangkap di dalam kepalanya sendiri. Di hari lain ia akan menjalani hidup tanpa tujuan. Ia tidak akan berbicara, makan atau tidur.  Rasanya seperti tenggelam dan tenggelam di tempat gelap yang mengerikan di mana tidak ada yang bisa menjangkaunya. Sulit untuk dihadapi.

Sebelum pandemi, ia beraktivitas sehari-hari dengan menggunakan kendaraan umum. Ia berjalan di tempat yang ramai. Salah satu hal paling menakutkan yang pernah ia lakukan adalah terbuka tentang perasaannya.

"Saya tidak menyadari betapa menakutkannya mendapatkan bantuan.  Saya ingat gemetar di ruang tunggu dokter, headphone membunyikan musik dengan harapan akan mengganggu saya.  Saya ingat kaki saya hampir lemas ketika saya masuk ke kantor," kata dia.

Itu terjadi pada setahun yang lalu, sekarang ia menemui terapis hanya seminggu sekali. Ini disebabkan karena adanya pandemi Covid-19. Ia juga berkonsultasi hanya melalui telepon yang penting beban dia merasa terangkat.

"Saya sadar bahwa saya adalah salah satu yang beruntung dan banyak anak-anak dan remaja yang berjuang dengan kesehatan mental tidak selalu bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan, terutama selama pandemi. Generasi saya akan membutuhkan dukungan agar kami tidak hanya bertahan dari krisis ini, tetapi juga berkembang melampaui itu," kata dia.

Menurutnya, bagi siapa pun yang membaca ini yang merasakan hal yang sama. Tanamkan keberanian di benak kalian. Membiarkan diri sendiri mengakui bahwa kalian akan maju dengan langkah yang besar dan penting.  

"Banggalah pada diri sendiri dan lakukan yang terbaik untuk Anda. Hidup mungkin sulit sekarang, tetapi segalanya bisa menjadi lebih baik," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement