REPUBLIKA.CO.ID, PARIS--Google telah didenda 100 juta euro atau Rp 1,7 triliun di Prancis karena melanggar aturan negara tentang pelacak iklan online yang dikenal sebagai cookie.
Ini adalah denda terbesar yang pernah dikeluarkan pengawas privasi data Prancis CNIL. Raksasa ritel AS Amazon juga didenda 35 juta euro karena melanggar aturan, dilansir di BBC, Jumat (11/12).
CNIL mengatakan Google dan Amazon tidak meminta persetujuan pengunjung sebelum cookie iklan disimpan di komputer mereka. Menurut regulator, Google dan Amazon juga gagal memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana pelacak online akan digunakan, dan bagaimana pengunjung situs web Prancis dapat menolak cookie.
Jika mereka tidak mematuhi, mereka akan didenda 100 ribu euro lagi per hari hingga perubahan dilakukan. Dalam pernyataannya, Google mengatakan akan mendukung catatan kami dalam memberikan informasi di muka dan kontrol yang jelas, tata kelola data internal yang kuat, infrastruktur yang aman, dan yang terpenting, produk yang bermanfaat.
"Keputusan hari ini di bawah undang-undang ePrivasi Prancis mengabaikan upaya ini dan tidak memperhitungkan fakta bahwa aturan dan pedoman regulasi Prancis tidak pasti dan terus berkembang." kata Google.
Amazon mengatakan tidak setuju dengan keputusan CNIL."Kami terus memperbarui praktik privasi kami untuk memastikan bahwa kami memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan dan regulator yang terus berkembang dan sepenuhnya mematuhi semua hukum yang berlaku di setiap negara tempat kami beroperasi," kata Amazon dalam sebuah pernyataan.
Dalam kasus terpisah, Google sedang diperiksa oleh regulator Inggris atas rencananya untuk mengubah cara browser Chrome menangani cookie.
Google ingin menghentikan pengiklan menggunakan cookie untuk melacak pengguna saat mereka berpindah di web dari satu situs ke situs lain saat menggunakan Chrome, dalam upaya untuk meningkatkan privasi.
Ia berencana untuk memperkenalkan sistem alternatif yang dikenal sebagai Privacy Sandbox yang hanya akan memberikan umpan balik anonim.
Belasan perusahaan teknologi kecil dan penerbit telah mengajukan keluhan kepada Otoritas Persaingan dan Pasar (CMA) yang mengklaim ini akan merusak bisnis mereka. CMA diharapkan mengumumkan apakah akan melakukan intervensi selama beberapa minggu mendatang.