REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Dr. H. Sjarifuddin Hasan mendorong anak-anak muda (milenial) untuk menjadi entrepreneur (wirausaha). Untuk itu perlu kampanye secara masif Gerakan Kewirausahaan Nasional. Gerakan ini diyakini bisa membuka lapangan kerja dan meningkatkan perekonomian nasional sehingga bisa membawa Indonesia melewati resesi ekonomi.
“Gerakan Kewirausahaan Nasional perlu dimasifkan dan dikampanyekan kepada semua segmen, terutama anak-anak muda,” kata Syarief Hasan, sapaan Sjarifuddin Hasan, dalam diskusi dengan media bertema “Antisipasi Resesi Melalui Pemberdayaan UMKM” di Bogor, Jawa Barat, Senin (14/12). Diskusi yang dipandu Kepala Bagian Pemberitaan, Hubungan Antar Lembaga, dan Layanan Informasi Setjen MPR, Budi Muliawan, ini diikuti perwakilan dari media cetak, online, dan elektronik.
Menurut Syarief Hasan, anak-anak muda atau milenial mempunyai semangat pantang menyerah. Jika mengalami kegagalan bisa dengan cepat bangkit. “Kalau kita dorong anak-anak muda ini menjadi wirausaha maka hasilnya akan luar biasa. Apalagi anak-anak muda sekarang melek teknologi informasi. Dengan era teknologi informasi, Gerakan Kewirausahaan Nasional sangat tepat saat ini,” katanya.
Syarief Hasan mengungkapkan pada tahun 2013 pernah mengumpulkan sekitar 80 ribu mahasiswa di Gelora Bung Karno Jakarta dalam Gerakan Kewirausahaan Nasional. “Kalau satu orang menjadi entrepreneur dan mempekerjakan satu orang maka akan membuka lapangan kerja,” kata Menteri Koperasi dan UMKM era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini.
Karena itu, Syarief Hasan meminta pemerintah untuk memfasilitasi setiap permasalahan yang dihadapi anak-anak muda untuk mengembangkan UMKM. “Setiap permasalahan yang dihadapi tentu harus difasilitasi, sehingga anak-anak muda betul-betul termotivasi untuk menjadi entrepreneur,” ujarnya.
Syarief Hasan mengakui UMKM penuh dengan kelemahan dan permasalahan. Dalam diskusi dengan media, Syarief Hasan memaparkan beberapa kendala yang dihadapi UMKM. Pertama, kendala financial. “Mereka (UMKM) sangat membutuhkan support keuangan dari manapun. Selama ini mereka mendapat bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ini sangat membantu,” tuturnya.
Untuk itu, Syarief Hasan mengusulkan untuk menaikkan plafon kredit pinjaman dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta. “Kalau bisa plafon KUR tanpa agunan ini ditingkatkan dari Rp 25 juta menjadi Rp 50 juta. Sebab, saat ini inflasi sudah tinggi dan cost-nya juga tinggi sehingga diperlukan modal yang juga besar. Kenaikan plafon pinjaman ini akan memperkuat modal pelaku UMKM,” jelasnya.
Persoalan kedua, tambah Syarief Hasan, adalah soal pendampingan. Pelaku UMKM ini memiliki kekurangan dan kelemahan dalam modal, sumber daya manusia, pengetahuan dan teknologi. “UMKM harus kita damping terus. Pendampingan kepada UMKM jangan pernah berhenti. Misalnya, pendampingan dalam pembuatan produk yang sesuai keinginan konsumen,” katanya.
Pendampingan juga dilakukan dalam pemasaran baik online maupun offline. Syarief mencontohkan pendampingan pemasaran offline bisa dilakukan melalui kerjasama dengan perusahaan besar. Misalnya, membuat UMKM Corner. “Dengan UMKM Corner, maka produk UMKM bisa dikenal konsumen. Atau misalnya memasukkan produk UMKM ke hotel-hotel,” sebutnya.
Dengan UMKM Corner dan masuknya produk UMKM ke hotel-hotel, Syarief Hasan meyakini UMKM bisa hidup dan berproduksi karena mendapat akses pemasaran. “Pada gilirannya ekonomi akan tumbuh terus. Sebab, UMKM menjadi penopang pertumbuhan ekonomi,” ucapnya.
Selain pendampingan pemasaran, UMKM juga perlu pendampingan teknologi. “Harus ada adaptasi teknologi kepada UMKM. Kalau itu semua dilakukan, saya yakin kita bisa keluar dari resesi ekonomi yang melanda kita,” ujarnya.