Rabu 23 Dec 2020 13:33 WIB

Pertama Kali, Ilmuwan Temukan Mikroplastik dalam Plasenta

Mikroplastik dalam plasenta dapat menyebabkan kehamilan menjadi berbahaya.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Ilustrasi Ibu Hamil.
Foto: Pixabay
Ilustrasi Ibu Hamil.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya, para ilmuwan menemukan mikroplastik di dalam plasenta manusia. Temuan ini membuat para ahli khawatir bahwa bahan kimia tersebut dapat mengganggu perkembangan janin. Hal ini diungkap dalam sebuah penelitian baru-baru ini di Italia, yang diterbitkan awal Desember.

Menurut penelitian, mikroplastik ditemukan di empat dari enam plasenta perempuan yang setuju untuk menyumbangkan organ setelah melahirkan. Hanya sebagian kecil dari plasenta yang diambil sampelnya, menunjukkan jumlah mikroplastik jauh lebih tinggi.

Baca Juga

Dilansir Science Alert, fragmen kecil plastik disebut mikroplastik. Partikel biasanya berdiameter lima milimeter atau kurang dan telah terdeteksi di air kemasan, air minum, ikan, dan garam laut dalam berbagai penelitian.

Temuan studi terbaru menunjukkan bahwa begitu mikroplastik berada di tubuh manusia, mereka juga dapat mencapai jaringan plasenta "di semua tingkatan," kata para penulis.

Plasenta memainkan peran utama dalam perkembangan janin, memasok oksigen dan nutrisi, serta mengeluarkan produk limbah. Mikroplastik dalam plasenta dapat menyebabkan kehamilan menjadi berbahaya, seperti dengan terjadinya preeklamsia dan hambatan pertumbuhan janin.

“Karena peran penting plasenta dalam mendukung perkembangan janin, keberadaan partikel eksogen dan plastik menjadi masalah yang sangat memprihatinkan,” ujar tim peneliti dalam sebuah pernyataan, dilansir Global News, Rabu (23/12).

Produksi plastik telah melonjak dalam 50 tahun terakhir dengan meluasnya penggunaan produk sekali pakai yang tidak mahal. Karena plastik tidak dapat terurai secara hayati dan hanya terurai menjadi potongan-potongan kecil. Dampaknya, mikroplastik berakhir di mana-mana, membuat pantai dan lautan menjadi kotor, hingga membunuh satwa liar di laut, serta dalam rantai makanan.

Tim peneliti mengatakan mereka tidak yakin bagaimana mikroplastik mencapai aliran darah wanita. Hal itu karena bisa saja ini terjadi melalui sistem pernapasan atau sistem gastrointestinal.

“Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menilai apakah keberadaan mikroplastik di dalam plasenta manusia dapat memicu respons imun atau dapat menyebabkan pelepasan kontaminan beracun, yang berbahaya bagi kehamilan,” kata tim peneliti.

Antonio Ragusa, dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Fatebenefratelli di Ibu Kota Roma, Italia mengatakan bahwa temuan itu sangat mengkhawatirkan. Ia mengaku heran saat pertama kali melihat mikroplastik di plasenta.

“Jika Anda menemukan sesuatu di dalam plasenta, ini berarti Anda menemukan sesuatu pada bayi. Ini seperti memiliki bayi cyborg, tidak lagi hanya terdiri dari sel manusia tetapi campuran bahan biologis dan anorganik,” jelas Ragusa.

Sebuah studi dari WWF International 2019 mengatakan ada begitu banyak plastik di lingkungan. Manusia dapat menelan plastik yang setara dengan kartu kredit setiap minggu. Di Kanada, mikroplastik telah ditemukan di Kutub Utara dan di Great Lakes Ontario.

Sebuah laporan federal menemukan bahwa pada 2016, hingga 29.000 ton sampah plastik, setara dengan sekitar 2,3 miliar botol air plastik sekali pakai, berakhir sebagai sampah di Kanada. Pemerintah Kanada telah mengusulkan larangan plastik sekali pakai di Kanada pada akhir 2021.

Larangan tersebut akan menghapus kantong plastik, sedotan, tongkat pengaduk, dan peralatan makan. Namun, dalam studi pada 2019, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan tidak ada cukup bukti untuk mengatakan bahwa menelan partikel-partikel ini berbahaya bagi kesehatan manusia.

Penulis laporan tersebut mengatakan plastik ada di mana-mana di lingkungan dan telah ditemukan di air minum, termasuk keran dan botolan. Kemungkinan besar ini adalah hasil dari sistem pengolahan dan distribusi.

WHO mengatakan tingkat mikroplastik dalam air minum tampaknya tidak berisiko. Namun, lebih banyak penelitian dibutuhkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap lingkungan dan kesehatan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement