Oleh : Deny al Asyari, Direktur Suara Muhammadiyah
REPUBLIKA.CO.ID ---- Dalam sebuah kunjungan khusus pada pertengahan bulan September 2020 di gedung Grha Suara Muhammadiyah, seorang menteri menghadap ketua umum PP Muhammadiyah, untuk menyampaikan harapan kementerian agar Muhammadiyah tidak keluar dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas oleh Kemendikbud.
Menurut sang menteri, bahwa berbagai kekurangan dalam program ini, sudah dievaluasi dan diperbaharui, sehingga berharap Muhammadiyah bisa kembali dan ikutserta dalam program ini.
Dengan sikap yang sangat bijak, walaupun sudah kesekiankalinya berkunjung atau mendekati Muhammadiyah untuk bisa ikut dalam program tersebut, Muhammadiyah menyampaikan sikapnya yang sama dengan yang sudah disampaikan sebelumnya, yaitu Muhammadiyah akan fokus dalam menyelesaikan persoalan pendidikan di tengah wabah pandemi covid 19 ini.
Ulasan di atas, bukan ingin bercerita tentang program kemendikbud, melainkan ingin menggambarkan sebuah prilaku politik Muhammadiyah, bagaimana membangun konsistensi dalam bersikap dan bernegara.
Jika belakangan ini kita sering disuguhkan dengan prilaku yang retak antara kata dan laku, setidaknya, Muhammadiyah ingin memberikan harapan, bahwa akan selalu ada rembulan di tengah kegelapan.
Ketika terdapat sebagian politisi, para tokoh dan pengurus ormas kasak kusuk jelang reshuffle kabinet presiden Jokowi, Muhammadiyah justru tengah sibuk dan gencar-gencarnya membantu pemerintah melawan wabah covid 19 ini. Ketika berbagai manuver dan akrobat politik menghiasi alam politik Indonesia, Muhammadiyah justru fokus mencari solusi proses belajar - mengajar di era pandemi.
Ketika para tokoh sibuk saling lapor dan saling intrik, Muhammadiyah justru mengirimkan warganya ke lokasi-lokasi korban banjir bandang. Dan ketika dana bansos dimaling dan mau dijadikan "bancaan", Muhammadiyah justru gencar-gencarnya membangun kemandirian ekonomi masyarakat dengan mendirikan berbagai sentra bisnis seperti BulogMu, Logmart dan SM Logistic.