REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lisa Listiana*
Tanggal 28 Desember 2020 menandai sejarah baru dalam dunia perwakafan tanah air. Pasalnya, Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) secara resmi meluncurkan Gerakan Wakaf Uang Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kemenag RI. Wakaf uang adalah wakaf dalam bentuk uang yang telah dilegitimasi oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan fatwa wakaf uang yang diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002.
Rangkaian peluncuran Gerakan Wakaf Uang ASN Kemenag RI turut dihadiri oleh Menteri dan Wakil Menteri Agama, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI). Sejak dibuka tanggal 17 Desember 2020 saat soft launching hingga peluncuran resmi, wakaf uang ASN Kemenag RI telah terkumpul sekitar Rp 3,4 miliar. Dalam gerakan ini, Bank Syariah Mandiri (BSM) bertindak sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS PWU). Wakaf uang yang terkumpul selanjutnya akan dikelola oleh BWI sebagai salah satu pengelola (nazhir) wakaf uang di Indonesia.
Gerakan Wakaf Uang ASN Kemenag RI merupakan inisiasi yang perlu disambut dengan baik. Selaras dengan rencana strategis Kemenag RI tahun 2020-2024, gerakan ini merupakan salah satu aksi nyata pengamalan nilai ikhlas beramal yang merupakan falsafah di lingkungan Kemenag RI. Gerakan ini merupakan bentuk kontribusi nyata ASN Kemenag RI dalam mengkampanyekan gaya hidup berwakaf. Gerakan wakaf uang yang dipelopori oleh Kemenag RI sebagai salah satu otoritas di sektor perwakafan semoga dapat diduplikasi oleh kementrian atau lembaga nasional lainnya. Dengan jumlah ASN mencapai 4,2 juta dan asumsi setiap ASN berwakaf sepuluh ribu rupiah per bulan, akan terkumpul wakaf uang sebesar Rp 42 miliar setiap bulan.
Di level internasional, potensi wakaf diyakini dapat mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Pemerintah Indonesia melalui berbagai lembaga yang ada juga mulai melihat bahwa wakaf memiliki potensi besar untuk turut berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional. Terlebih sebagai negara dengan jumlah Muslim terbesar dan tingkat kedermawanan yang tinggi di masyarakatnya.
Terkait hal ini, penulis memberikan apresiasi mendalam kepada negara yang telah mengambil peran untuk turut merealisasikan potensi wakaf yang begitu besar. Program Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS), penerbitan Waqf Core Principles, pengembangan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk sertifikasi para nazhir, dan pelaksanaan survei wakaf nasional, merupakan beberapa bentuk dukungan pemerintah melalui berbagai lembaga terkait dalam mengetengahkan diskursus perwakafan dalam ekonomi nasional.
Inisiasi Gerakan Wakaf Uang ASN menurut hemat penulis akan semakin optimal apabila dibarengi dengan sistem kontrol yang memadai. Dalam hal ini, terdapat beberapa catatan yang hendaknya perlu diperhatikan. Pertama, diperlukan konsistensi dalam pelaksanaan program. Semangat dan keberlanjutan dari gerakan ini perlu dijaga dan ditularkan ke seluruh pelosok tanah air. Upaya ini diperlukan agar gerakan ini tidak seperti Gerakan Nasional Wakaf Uang yang senyap setelah diluncurkan pada awal tahun 2010. Setelah dicanangkan secara resmi oleh Bapak Presiden RI kala itu, tidak ada pemberitaan lanjutan dari Gerakan Nasional yang diinisiasi oleh Kemenag RI dan BWI. Bahkan hingga saat ini, belum diketahui tersedianya informasi publik terkait pengelolaan aset wakaf yang terkumpul dari Gerakan Nasional tahun 2010 silam.
Kedua, perlu adanya tatakelola yang baik. Wakaf uang yang terkumpul dari ASN perlu dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan hukum dan agama. Dengan akad wakaf umum (khairi), aset wakaf adalah aset umat. Oleh karena itu, umat berhak untuk mendapatkan informasi secara berkala terkait dengan pengelolaan aset wakaf dan pendistribusian manfaat yang dihasilkan. Sesuai dengan karakteristik dari wakaf, keutuhan aset wakaf perlu senantiasa dipertahankan. Lebih dari itu, aset wakaf perlu dikembangkan dan diproduktifkan agar manfaatnya dapat terus mengalir.
Mekanisme check and balance sangat diperlukan. Terlebih dengan otoritas ganda yang dimiliki oleh BWI sebagai pelaksana sekaligus pengawas sektor perwakafan. Sebagai nazhir wakaf uang yang mengelola wakaf uang dari ASN, BWI mendapat kesempatan sekaligus tantangan untuk menjadi role model yang baik bagi para nazhir swasta dalam mengelola wakaf secara profesional, transparan, dan akuntabel.
Selain itu, penerima manfaat (mauquf alayh) juga perlu diidentifikasi secara jelas. Sebisa mungkin, manfaat dari wakaf uang ASN perlu dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dengan demikian, proses edukasi tentang wakaf dapat terus berlanjut. Dari proses ini, diharapkan akan semakin banyak orang paham urgensi dan manfaat dari wakaf sehingga dapat turut meningkatkan partisipasi masyarakat dalam aktivitas perwakafan.
Belajar dari sejarah perwakafan di berbagai negara lain, wakaf yang dikelola oleh negara tanpa tatakelola dan sistem kontrol yang baik membuka peluang penyalahgunaan aset wakaf yang pada akhirnya merugikan wakaf dan umat. Semoga gerakan ini terus bergulir dan wakaf uang yang terkumpul senantiasa dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel sehingga dapat membawa kebaikan untuk masyarakat Indonesia. Wallahua’lam.
*Pendiri Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS), Mahasiswi S3 Keuangan Islam International Islamic University Malaysia