Selain itu dirinya juga mengkritisi pernyataan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menyatakan perusahaan farmasi swasta dalam negeri berpeluang menjadi importir vaksin untuk program Vaksinasi Gotong Royong dengan mendatangkan dari beberapa produsen di seluruh dunia, kecuali Sinovac. Ia menjelaskan sejauh ini skema pengadaan vaksin di Indonesia selain Emergency Use Authorization (EUA), ada juga standar kehalalannya.
"Sejauh ini baru Sinovac yang dapat approval BPOM dan MUI. Jangan sampai dengan dalih mempercepat, justru merusak skema dan tata aturan vaksin," ujar Netty.
Netty juga mengingatkan pentingnya satu komando dalam program vaksinasi. Ia berpandangan negara harus memastikan program vaksinasi berada dalam kendali satu pintu agar transparan, mudah dievaluasi dan dilakukan pengawasan.
"Jangan sampai keran vaksin mandiri ini menimbulkan ‘potong kompas’ pengusaha dengan beli langsung dari produsen. Akibatnya, potensi konglomerasi dan komersialisasi sangat terbuka. Jika sudah masuk skema konglomerasi, bagaimana nasib rakyat miskin untuk mendapat vaksin?" ungkapnya.