REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data platform interaksi profesional, LinkedIn, dikabarkan bocor dan dijual. Berdasarkan penyelidikan, beberapa data itu mencakup profil yang dapat dilihat secara publik.
Kendati begitu, dilansir Reuters, Sabtu (10/4), LinkedIn telah memberikan tanggapan mengenai kabar tersebut. Mereka menyebut informasi yang dijual adalah kumpulan data dari sejumlah situs web dan perusahaan.
Mereka juga mengklaim bahwa kasus ini bukanlah kebocoran data, karena secara teknik tidak meretas sistem LinkedIn melainkan menggunakan cara scraping. Namun, LinkedIn menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang insiden tersebut, termasuk jumlah pengguna yang terpengaruh.
Cybernews, telah melaporkan bit.ly/3uCaNTP pada 6 April bahwa arsip data yang diambil dari 500 juta profil LinkedIn dijual di forum peretas populer.
Awal pekan ini, Facebook Inc mengatakan "penjahat" telah memperoleh data sebelum September 2019 dengan "mengorek" profil menggunakan kerentanan di alat platform untuk menyinkronkan kontak.
Jaringan sosial terbesar di dunia tidak memberi tahu lebih dari 530 juta pengguna yang detailnya diperoleh melalui penyalahgunaan dan baru-baru ini dipublikasikan dalam database. Mereka juga disebut tidak memiliki rencana untuk melakukannya, kata juru bicara perusahaan, Rabu.
Jejaring sosial termasuk Facebook dan Twitter telah mendapat kecaman lantaran cara mereka melindungi privasi pengguna.
Pada 2019 lalu, Facebook mencapai kesepakatan penting dengan Pemerintah AS terkait penyelidikan ke perusahaan atas tuduhan penyalahgunaan data pengguna.