Selasa 22 Jun 2021 07:06 WIB

Panduan IDAI Memulai Sekolah Tatap Muka

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berikan rekomendasi terkait sekolah tatap muka.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berikan rekomendasi terkait sekolah tatap muka.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) berikan rekomendasi terkait sekolah tatap muka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewacanakan pembukaan sekolah tatap muka. Dr dr Nastiti Kaswandani, SpA (K) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memberikan rekomendasi dan panduan untuk pihak penyelenggara, orang tua, maupun evaluator.

“Kami membuat sesuatu rekomendasi, dan ketika rekomendasi ini dibuat memang banyak sekali kritikan yang dilontarkan,” katanya dalam siaran pers Dompet Dhuafa, belum lama ini.

Baca Juga

Rekomendasi IDAI disebut menjadi sangat relevan ketika saat ini tren angka Covid-19 mengalami peningkatan. Rekomendasi ini dibuat berdasarkan kajian-kajian dengan memperhatikan hak-hak anak berdasarkan konvensi PBB.

Jika ada sekolah yang memaksakan tatap muka, diakui Nastiti, IDAI dengan terpaksa membuat panduan agar tiak memperburuk transmisi Covid-19 di sekolah. Berikut  rambu-rambu yang dibuat agar tidak memperburuk situasi transmisi di sekolah.

1. Metode campur

Pihak penyelenggara sekolah harus menyiapkan blended learning atau hybrid, metode campur-campur. Anak boleh memilih belajar di sekolah atau di rumah secara daring, dengan mendapatkan perlakuan yang sama.

Memang, menurutnya, hal ini memerlukan inovasi, tapi dengan pandemi ini, kita dituntut banyak untuk berinovasi, kemudian memanfaatkan belajar di ruang terbuka karena studi mengatakan bahwa risikonya lebih rendah dibandingkan berada berkumpul bersama di ruangan tertutup.

2. Sudah vaksin

Baik pihak penyelenggara, orang tua, dan evaluator, semua guru dan pengurus sekolah, orang tua/pengasuh harus sudah divaksinasi. Lalu, buat kelompok belajar kecil yang bertinteraksi secara terbatas di sekolah.

Dengan begitu, jika ada kasus terkonfirmasi, contact tracing dapat dilakukan secara efisien, jam masuk atau pulang bertahap untuk menghindari penumpukan siswa di sekolah.

Penjagaan gerbang dan pengawan harus ketat atau disiplin guna menghindari kerumunan di gerbang sekolah. Apabila menggunakan kendaraan antar-jemput, gunakan masker dan jaga jarak serta menjaga ventilasi dengan membuka jendela mobil, lalu buka semua jendela kelas.

3. Area outdoor

Gunakan area outdoor jika memungkinkan dalam ruang sirkulasi tertutup yang direkomendasikan High Efficiency Patricular Air (HEPA) Filter. Selanjutnya, buat pemetaan risiko siswa dengan komorbid, orang tua siswa dengan komorbid atau tinggal bersama lansia, maupun guru dengan komorbid serta kondisi kesehatan atau medis anak.

Anak komorbid dengan komorbiditas atau penyakit kronis sebaiknya tetap belajar secara daring. Adapun contoh komorbiditas, yaitu diabetes melitus, penyakit jantung, keganasan, penyakit autoimun, HIV, penyakit ginjal kronik, penyakit paru kronik, obesitas, dan sindrom tertentu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement