REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persentase terbesar anak tidak sekolah terdapat pada keluarga dengan penghasilan paling rendah. Hal itu berdasarkan analisis situasi yang dilakukan Rapat Kelompok Kerja (Pokja) Tata Kelola Program Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI).
"Selain itu, juga ditemukan kecenderungan penurunan angka pendaftaran siswa baru di kelas awal jika dibandingkan tahun lalu," kata Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan (Balitbang dan Perbukuan), Kemendikbudristek, Suhadi, dalam keterangannya, Rabu (7/7).
Tim INOVASI melakukan analisis situasi di 612 SD/MI di 20 kabupaten/kota di delapan provinsi untuk melihat kesenjangan pembelajaran di masa pandemi. Delapan provinsi yang dianalisis yakni Jambi, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, NTT, NTB, Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Aspek yang dilihat, yakni keterampilan dasar serta dampaknya pada kelompok anak-anak rentan.
Sebelumnya, Komite Pengarah Nasional Program INOVASI, pada April lalu, telah menekankan pentingnya identifikasi siswa kelompok rentan terutama siswa kelas I, II, dan III. "Sebagai program kemitraan yang berupaya meningkatkan hasil belajar siswa terutama dalam keterampilan dasar literasi, numerasi, dan karakter siswa, program Inovasi secara cepat beradaptasi untuk terus mendukung siswa, guru, dan sekolah," tutur Suhadi.
Suhadi juga menjelaskan bahwa pada rapat ini, direkomendasikan hal-hal strategis-praktis untuk identifikasi dan prioritas siswa kelompok rentan yang pembelajaran dan psiko-sosialnya jauh tertinggal. Selain itu dibahas juga kolaborasi dengan 12 mitra Ormas/LPTK/LSM untuk membantu guru dan siswa menerapkan kurikulum khusus melalui PTM Terbatas, dan membantu guru melakukan asesmen kognitif dan psiko-sosial siswa sesuai konteks daerah.