REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia (IGTKI) dan Asosiasi Profesi Keahlian Sejenis (APKS) PGRI Provinsi DKI Jakarta berkolaborasi dengan University of Sydney dan Universitas Hiroshima, Jepang mengadakan webinar internasional bertema “How Schools Survive During Pandemic Situation”, Sabtu (14/8).
Webinar internasional yang dihadiri oleh 1.000 Guru TK ini dibuka oleh Unifah Rosyidi, ketua umum PB PGRI. Ia mengapresiasi terselenggaranya diskusi ini sebagai bentuk perhatian PGRI terhadap keberlangsungan pendidikan pada masa pandemi dan bagaimana para guru bisa bersama memikirkan solusi agar tidak terjadi loose generation (generasi yang hilang).
“Webinar internasional ini tepat diadakan di tengah peringatan 76 tahun kemerdekaan Republik Indonesia,” kata Ketua PGRI Provinsi DKI Jakarta Lalu Adi Dasmin seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Farida Yusuf, Ketua PP IGTKI berharap agar guru-guru TK menjadi semakin termotivasi untuk terus meningkatkan profesionalismenya.
Turut hadir sebagai narasumber Sumardiansyah Perdana Kusuma, ketua APKS PGRI Provinsi DKI Jakarta. Dalam pemaparannya ia menegaskan bahwa guru harus terus berimajinasi secara kreatif dan inovatif guna menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna bagi anak-anak.
“Technological Pedagogical Content Knowledge adalah kompetensi yang dibutuhkan guru ditengah pandemi,” ujar Sumardiansyah.
Menurut Eka Putri Handayani, praktisi PAUD dan sirektur Alifa Kids Centre, TK adalah PAUD berkualitas yang harus mampu bertahan pada masa pandemi. “Guru TK harus bangga dengan profesinya, terus belajar dan menambah wawasan, Pendidikan Anak Usia Dini yang patut dan layak ada di TK dan untuk Pendidikan Anak Usia Dini guru TK adalah ahlinya,” ujar Eka Putri Handayani.
Bagi Suhendri yang sedang menempuh pendidikan doktoral di Jepang, sekolah yang bertahan adalah sekolah-sekolah yang baik secara sistem, memiliki program yang berbeda, dan strategi pemasaran yang efektif. “Uniknya selama pandemi, pembelajaran di Jepang lebih menitikberatkan pada pendidikan karakter dan bersifat paper-based,” ungkap Suhendri.
Webinar internasional ini juga menampilkan narasumber dari luar yaitu David Evans dari Australia dan Norimure Kawaai dari Jepang. David memaparkan mengenai belajar dan bermain di masa pandemi harus dimulai dari tinjauan ulang terhadap cara belajar, kurikulum, dan tujuan yang akan dicapai.
“Perlu ada keleluasaan dalam penyelenggaraan pendidikan dengan melibatkan lingkungan belajar di rumah, sekolah, dan masyarakat, jelas David yang merupakan pakar pendidikan inklusi dari Universitas of Sydney,” ujar David.
Selanjutnya Norimune Kawaai, Guru Besar Pendidikan di Universitas Hiroshima membagi pengalaman betapa orang tua dan anak-anak di Jepang berada dalam kondisi stres dan mereka kebingungan mengikuti pembelajaran di sekolah.
“Pemahaman dan disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan harus dimiliki agar oleh semua, sehingga saat sekolah tatap muka dibuka semua bisa berbaur dengan aman dan nyaman,” tegas Kawaai.