Sabtu 25 Dec 2021 12:57 WIB

Sudah Amankah Pergi Berwisata? Ini Pendapat Pakar

Masyarakat perlu menyadari risiko yang ditimbulkan jika akan berwisata.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Esthi Maharani
Pengendara mobil melintas di jalur contra flow saat terjadi kemacetan di jalan tol Jagorawi, Jakarta Timur, Jumat (24/12). PT Jasa Marga (Persero) memproyeksikan puncak arus mudik libur Natal dan Tahun Baru 2022 terjadi pada Jumat (24/12/2021) hingga Ahad (2/1/2022). Sementara jumlah volume kenderaan yang meninggalkan wilayah Jabodetabek melalui jalan tol dari tanggal 17-23 Desember 2021 mencapai 1,1 juta kendaraan atau meningkat 8,9 persen dari lalu lintas harian normal pada bulan November lalu. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengendara mobil melintas di jalur contra flow saat terjadi kemacetan di jalan tol Jagorawi, Jakarta Timur, Jumat (24/12). PT Jasa Marga (Persero) memproyeksikan puncak arus mudik libur Natal dan Tahun Baru 2022 terjadi pada Jumat (24/12/2021) hingga Ahad (2/1/2022). Sementara jumlah volume kenderaan yang meninggalkan wilayah Jabodetabek melalui jalan tol dari tanggal 17-23 Desember 2021 mencapai 1,1 juta kendaraan atau meningkat 8,9 persen dari lalu lintas harian normal pada bulan November lalu. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah bekerja keras sepanjang tahun dan lelah menghadapi berbagai tekanan di tengah pandemi, ingin rasanya melepas penat dengan berwisata di akhir tahun. Namun, apakah keinginan tersebut bijaksana?

Bagaimanapun, alasan bosan dan jenuh tidak sebanding dengan dampak yang bisa terjadi. Terlebih, jika banyak orang tak bisa menahan diri berwisata dan malah ada lonjakan kasus Covid-19 di momen akhir tahun.

Baca Juga

Ahli epidemiologi Universitas Auckland di Selandia Baru, Rod Jackson, menyarankan untuk tidak bepergian kecuali karena alasan tertentu. Misalnya, untuk pekerjaan penting atau berjumpa dengan keluarga dalam momen yang tidak bisa ditunda.

"Bepergian hanya boleh dilakukan jika sudah divaksinasi lengkap dan orang yang akan ditemui juga sudah divaksinasi lengkap," ujar Jackson, dikutip dari laman Stuff. Anjuran berlaku di manapun seseorang hendak bepergian.

Profesor Michael Plank dari University of Canterbury mengatakan masyarakat perlu menyadari risiko yang ditimbulkan jika akan berwisata. Perlu melakukan langkah-langkah tertentu guna meminimalisasi risiko.

Faktanya, berwisata sama saja dengan berpeluang membawa virus ke komunitas yang rentan. Plank mengatakan pelancong harus terbukti negatif Covid-19 yang diketahui melalui tes sebelum berangkat dan menghindari destinasi yang tercatat punya kasus tinggi.

Sebaiknya berpikir dua kali sebelum bepergian ke daerah yang tingkat vaksinasi populasinya di bawah 90 persen. Pilih destinasi lain yang bisa dikunjungi, mungkin yang lebih dekat dengan tempat tinggal.

Plank juga mencatat bahwa banyak tempat liburan populer yang lokasinya jauh dari rumah sakit besar dengan fasilitas ICU. Artinya, layanan kesehatan sulit diakses jika menghadapi kondisi darurat.

Hindari tempat-tempat berisiko tinggi seperti area dalam ruangan, terutama jika bepergian dengan anak kecil. Plank menyampaikan, anak di bawah usia 12 tahun menyumbang sekitar satu dari lima kasus.

"Tetapi mereka tidak dapat divaksinasi dan dibebaskan dari persyaratan tes Covid-19. Jadi keluarga yang bepergian dengan anak kecil memiliki risiko lebih tinggi untuk membawa virus bersama mereka," ungkapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement