REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi Covid-19 telah menghadirkan banyak istilah baru yang cukup rumit untuk dipahami masyarakat, seperti efikasi dan efektivitas vaksin yang seperti sama namun artinya berbeda. Untuk menjelaskannya, Epidemiolog dari American University, Melissa Hawkins, mencoba menjawab beberapa pertanyaan krusial seputar vaksin Covid-19 dan varian Omicron.
1. Bagaimana vaksin bekerja?
Vaksin bekerja dengan cara mengaktifkan sistem kekebalan tubuh dan menghasilkan antibodi untuk melawan paparan virus di masa depan. Ketiga vaksin yang saat ini disetujui di Amerika Serikat yaitu vaksin Pfizer-BioNTech, Moderna, dan Johnson & Johnson menunjukkan keberhasilan yang mengesankan dalam uji klinis.
2. Apa perbedaan efikasi dan efektivitas vaksin?
Hawkins menerangkan, efikasi adalah ukuran seberapa baik vaksin bekerja dalam uji klinis. Seperti dilansir dari Inverse, Rabu (29/12), para peneliti merancang uji coba untuk memasukkan dua kelompok peserta: mereka yang menerima vaksin dan mereka yang menerima plasebo. Kemudian peneliti menghitung kemanjuran vaksin dengan membandingkan berapa banyak kasus penyakit yang terjadi pada setiap kelompok, yang divaksinasi versus placebo.
Sementara efektivitas menggambarkan seberapa baik kinerja vaksin di dunia nyata. Ini dihitung dengan cara yang sama, dengan membandingkan penyakit antara orang yang divaksin dan tidak divaksin.
Efikasi dan efektivitas vaksin hasilnya tidak jauh berbeda namun belum tentu sama. Sebab, cara kerja vaksin akan sedikit berbeda dari hasil uji coba dengan setelah jutaan orang divaksinasi. Banyak faktor yang memengaruhi kinerja vaksin di dunia nyata, termasuk varian baru seperti Delta dan Omicron, jumlah dan usia orang yang terdaftar dalam uji coba, serta kondisi kesehatan orang yang divaksin.
3. Bagaimana menghitung efikasi dan efektivitas vaksin?
Baik Pfizer dan Moderna melaporkan bahwa vaksin mereka menunjukkan lebih dari 90 persen kemanjuran dalam mencegah infeksi Covid-19 yang bergejala. Dengan kata lain, di antara orang-orang yang menerima vaksin dalam uji klinis, risiko terkena Covid-19 berkurang hingga 90 persen dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima vaksin.
Coba kita bayangkan sebuah proyek uji coba vaksin. Peneliti harus mengumpulkan dua kelompok yang masing-masing terdiri dari seribu orang secara acak. Kelompok pertama diberikan vaksin, sementara kelompok kedua diberikan placebo. Katakanlah hanya 2,5 persen peserta dalam kelompok yang divaksinasi terinfeksi Covid-19 dibandingkan dengan kelompok placebo yang sampai 50 persen. Itu berarti vaksin tersebut memiliki khasiat 95 persen.
Efektivitas vaksin dihitung dengan cara yang sama persis, tetapi ditentukan melalui studi observasional. Sejak awal, vaksin lebih dari 90 persen efektif dalam mencegah penyakit parah di dunia nyata. Tetapi, pada dasarnya, virus bermutasi dan ini dapat mengubah efektivitas.
Sebuah penelitian menemukan bahwa pada Agustus 2021, ketika varian Delta melonjak, vaksin Pfizer 53 persen efektif mencegah penyakit parah pada penghuni panti jompo yang telah divaksinasi di awal 2021. Dalam kasus ini, faktor usia, masalah kesehatan, imunitas menurun, dan varian baru menurunkan efektivitas vaksin.
4. Bagaimana pengaruh varian Omicron terhadap vaksin?
Data awal mengungkap bahwa efektivitas vaksin menurun signifikan terhadap omicron. Beberapa studi menyatakan, vaksin efektif mencegah infeksi sekitar 30-40 persen dan 70 persen efektif untuk mencegah penyakit parah.
Sebuah studi pracetak (belum ditinjau secara resmi oleh ilmuwan lain) yang dilakukan di Jerman menemukan bahwa antibodi dalam darah yang dikumpulkan dari orang yang divaksinasi penuh dengan Moderna dan Pfizer menunjukkan penurunan kekebalan dalam menetralkan varian Omicron.