REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Puji Hartoyo, Ketua Umum PB HMI (MPO) 2013-2015; alumni Pon-Pes Krapyak Yogyakarta 1998-2004.
KH Yahya Cholil Staquf atau biasa dipanggil Gus Yahya baru saja terpilih secara demokratis dalam sidang Pleno Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) di Lampung pada 23-24 Desember 2021. Pemilihan sendiri berlangsung cukup lama karena dimulai dari malam hari setelah Isya sampai ke esokan harinya menjelang siang (Sholat Jum'at). Hal yang menarik dari pemilihan kali ini adalah soal kandidat yang terlibat dalam kontestasi bursa calon ketua umum (Tanfidziyah) PBNU.
Tiga kandidat KH Said Aqil Siraj, KH Yahya Cholil Staquf, KH As'ad Ali adalah sama-sama alumni Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Satu almamater tetapi beradu haluan dalam Muktamar ke-34 ini.
Hadirnya ketiga figur tersebut sebagai pilihan utama para muktamirin yang merepresentasikan suara resmi NU tingkat wilayah dan cabang, tentu karena melihat ketiganya adalah kader terbaik NU saat ini yang dianggap siap dan mampu untuk menakhodai NU ke depan. Banyak di antara muktamirin dan anggota NU lainnya yang bertanya kepada saya, "sakti sekali ini Pesantren Krapyak bisa mengantarkan tiga kandidat Ketum sekaligus dalam satu Muktamar?". Bahkan sebelum ini ada nama KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang pernah menjabat Ketum PBNU tiga periode dan akhirnya terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-empat.
Lahirnya tokoh-tokoh besar NU dari almuni Krapyak merupakan buah dari ilmu dan keberkahan doa yang KH Moenawwir dan KH Ali Maksum tanamkan. Kiai Ali Maksum sendiri merupakan tokoh intelektual NU pada masanya, beliau telah mengarang beberapa kitab diantaranya Al-Amtsilah at-Tashrifiyyah, Fathul Qadir, Ad-Durus al Falakiyah dan sebagainya.
Keintelektualan KH Ali Maksum membuat dirinya dipercaya oleh warga NU menjadi Rois 'Aam tahun 1980-1984 saat Muktamar di Yogyakarta. Kemudian merangkap jabatan sebagai Ketua Umum PBNU saat Idham Chalid mengundurkan diri tahun 1983-1984.
KH Ali Maksum dan tradisi intelektual yang beliau pelihara menjadikanya mendapat julukan "munjid (kamus) berjalan". Yang kemudian tradisi intelektual ini beliau ejawantahkan kedalam metode belajar di pesantren. Maka di Pesantren Krapyak dalam keseharian ada tradisi belajar namanya "musyawarah". Musyawarah sendiri adalah bentuk belajar bersama para santri untuk berbagi dan berdiskusi tentang pelajaran yang lalu dan akan datang seraya berdiskusi soal isu-isu terkini.
Tradisi intelektual Pondok Pesantren Krapyak untuk saya adalah kesamaan tradisi di dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Tradisi intelektual dengan membaca, diskusi dan adu gagasan dan ide adalah sesuatu yang hidup di HMI. Apalagi di buku Pedoman Perkaderan HMI aktivitas di dalamnya berupa diskusi, membaca dan menulis adalah bagian dari pedoman perkaderan itu sendiri.