REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai negara telah melaporkan temuan flu dan Covid-19 bisa terjadi secara bersamaan. Kasus pertama flurona--flu dan infeksi virus corona tipe baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19--terkonfirmasi di Israel pada pekan lalu.
Kasus tersebut dialami seorang ibu hamil yang belum divaksinasi Covid-19. Setelah itu, flurona bermunculan di banyak negara, termasuk di Amerika Serikat (AS) dan Peru. Di Peru, flurona bahkan telah merenggut nyawa seorang warganya.
Sejak pandemi dimulai, orang-orang telah dites positif Covid-19 dan influenza alias atau flu. Dari akhir Januari hingga akhir Maret 2020, para peneliti di China menemukan hampir 100 kasus pasien yang dites positif untuk kedua penyakit tersebut di Wuhan, kota pertama virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) dikonfirmasi.
Para peneliti di Barcelona, Spanyol menerbitkan sebuah makalah pada Mei 2020 yang menunjukkan ada empat orang mengalami kedua penyakit tersebut secara bersamaan. Pada saat itu, ketika vaksin Covid-19 belum tersedia, para ahli menyebut kondisi tersebut sebagai koinfeksi.
Sebuah studi musim semi 2020 di New York, Amerika Serikat menemukan bahwa setelah sekitar 1.200 pasien Covid-19 diuji untuk virus pernapasan lainnya, seperti yang menyebabkan influenza atau flu biasa, hanya 36 atau kurang dari tiga persen yang mengalami infeksi simultan.
Koinfeksi bukan berarti pasien akan sakit dua kali lipat. Respons imun yang kuat sebenarnya dapat membantu tubuh melawan semua jenis patogen, sehingga suatu infeksi dapat merangsang beberapa perlindungan tambahan.
"Suatu infeksi mungkin membantu untuk membantu respons kekebalan Anda terhadap infeksi yang lain," ujar Jonathan D Grein, seorang dokter penyakit menular dan direktur epidemiologi rumah sakit di Cedars Sinai Medical Center, dilansir Indian Express, Jumat (14/1/2022).
Grein mengatakan, ketika flu merebak maka kasus koinfeksi juga lebih banyak terjadi. Namun, para ilmuwan belum mengetahuinya dengan pasti, karena bagaimanapun hanya sedikit orang yang dites positif Covid-19 dan influenza secara bersamaan.
Andrew Noymer, seorang ahli epidemiologi dan profesor kesehatan populasi dan pencegahan penyakit di University of California, Irvine, Amerika Serikat yang mempelajari influenza mengatakan bahwa sistem kekebalan manusia dapat membuat antibodi untuk berberapa patogen secara bersamaan. Ia juga mengidentifikasi dua kelompok yang menurutnya paling rentan terhadap koinfeksi.
Pertama orang dewasa yang tidak divaksinasi Covid-19. Kedua, anak-anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun yang masih terlalu kecil untuk divaksinasi.
Para ahli mengatakan bahwa pasien yang sudah rentan terhadap penyakit parah dari satu penyakit dapat menderita lebih banyak lagi jika terinfeksi ganda. Kemungkinan orang-orang yang tadinya mendapat hasil buruk dari flu akan mendapatkan hasil yang sangat buruk dari kombinasi flu dan Covid-19.