REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendidikan di Indonesia kini tak terlepas dari unsur kewirausahaan sebagai salah satu skill yang tengah dikembangkan mengikuti arus perkembangan zaman. Tak hanya lini pendidikan tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Universitas, bahkan kurikulum kewirausahaan dirasa perlu diperkenalkan sejak dini kepada peserta didik dari TK dan Sekolah Dasar.
PLT Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek, Zulfikri Anas mengatakan jika kembali kepada pandangan Ki Hajar Dewantara sejatinya pendidikan adalah cara untuk memerdekakan manusia dari segala bentuk kebodohan. Setiap anak yang lahir diciptakan Tuhan pun tumbuh berkembang dengan bakat keistimewaan dan keunikan masing-masing.
“Dunia pendidikan dalam hal ini harus menemukan potensi anak agar bisa menjadi bekal kehidupannya masa mendatang. Kurikulum yang kita kembangkan ditunjukkan agar memberikan ruang anak menemukan potensi dirinya,” ujarnya saat acara Adonta Edutalks bertema Integrasi kemampuan Wirausaha dalam Kurikulum Pendidikan Indonesia, Senin (28/3/2022).
Menurutnya kurikulum merdeka memberikan anak sarana mengenali jati dirinya sejak dini. Menyediakan ruang, anak-anak didorong untuk membuat project yang terintegrasi. Namun tak hanya menyoal nilai tapi lebih menonjolkan ke pendidikan karakter seperti kepedulian terhadap lingkungan, untuk menghasilkan dan berkarya sesuai potensi tiap anak.
“Mindset kurikulum harus diubah, bukan hanya dokumen (buku teks-Red). Tapi yang harus menghidupkan kurikulum, gurunya, di alam pikiran dan hati nurani guru-guru yang membawanya. Di tangan guru-guru kreatif ini akan membawa kurikulum yang sesuai bagi anak,” ucapnya.
Terkait dengan sistem kurikulum merdeka, anak juga harus diposisikan jadi produsen atau diberi materi pengenalan kewirausahaan, sehingga bisa mencetak generasi yang berkarya berwirausaha.
Adapun muatan kewirausahaan juga harus disesuaikan dengan potensi lokal, setiap daerah seperti daerah di Kepulauan Seribu tentu memiliki potensi dan fasilitas pendidikan yang berbeda dengan Banten, sehingga pendidikan memang membutuhkan kurikulum yang dinamis.