REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Kementerian Kesehatan Singapura mencatat, ada 8.845 kasus infeksi ulang Covid-19 dalam lima bulan terakhir, tepatnya 1 November 2021 hingga 25 Maret 2022. Hal itu diungkap Menkes Ong Ye Kung pada Selasa (5/4/2022).
Mayoritas kasus infeksi ulang menimpa individu di bawah 60 tahun, dengan sebagian besar kasus memiliki gejala ringan. Satu orang dirawat di unit perawatan intensif, dan dua lainnya meninggal.
Singapura telah mencatat lebih dari 1.123.000 kasus Covid-19 sejak awal pandemi, dengan sekitar 1.287 kematian. Negara ini mengalami lonjakan kasus pada tahun 2021 akibat varian Delta, sebelum gelombang Omicron dimulai awal tahun ini.
Sebelum gelombang Omicron melanda, Ong mengatakan pada November tahun lalu bahwa ada 32 kasus infeksi ulang COVID-19 yang dikonfirmasi pada 16 Agustus 2021. Sepertiga dari mereka adalah warga lokal dan sisanya kasus impor.
“Mulai 16 Agustus 2021, penilaian formal infeksi ulang tidak lagi dilakukan karena strategi nasional beranjak dari strategi pemberantasan. Semua infeksi ditangani dengan cara yang sama untuk memastikan manajemen klinis yang optimal dan pencegahan penyebaran,” kata Menkes saat itu.
Dia menambahkan bahwa durasi antara infeksi awal dan infeksi ulang berikutnya bervariasi, dengan rata-rata sekitar 300 hari. Bulan lalu, temuan sementara dari Pusat Nasional untuk Penyakit Menular (NCID) menunjukkan bahwa suntikan booster Moderna COVID-19 akan membuat respons antibodi pada lansia jauh lebih tinggi.
Temuan ini didasarkan pada uji klinis yang dilakukan pada 100 peserta yang telah menerima suntikan Pfizer-BioNTech/Comirnaty sebagai rangkaian utama vaksinasi COVID-19 mereka. Setengah dari kelompok tersebut berusia di bawah 60 tahun, setengah lainnya di atas 60 tahun.
Berdasarkan hasil sementara dari penelitian, diketahui bahwa meskipun varian Omicron mampu menghindari kekebalan di antara individu yang divaksinasi penuh, suntikan booster Pfizer-BioNTech/ Comirnaty atau Moderna membantu meningkatkan aktivitas penetralan serum terhadap Omicron lebih dari 50 persen pada hari ketujuh pasca-booster.
“Besarnya peningkatan antibodi kemungkinan akan menawarkan perlindungan yang signifikan terhadap infeksi dengan varian ini,” kata Dr Barnaby Young, kepala Jaringan Penelitian Klinis Penyakit Menular Singapura di NCID, seperti dilansir dari Channel News Asia, Kamis (7/4/2022).
Namun dia memperingatkan bahwa munculnya varian yang mampu menghindari kekebalan protektif tetap menjadi perhatian dan menyoroti perlunya strategi vaksinasi COVID-19 jangka panjang.