Ahad 17 Apr 2022 10:34 WIB

Nostalgia! Kebiasaan Ramadhan Masa Kecil yang Bikin Kangen

Pada Ramadhan, ada keseruan masa kecil yang kini hanya bisa dikenang.

Menunggu waktu berbuka, sejumlah anak memainkan permainan tradisional. (ilustrasi foto anak-anak bermain).
Foto: Antara/Moch Asim
Menunggu waktu berbuka, sejumlah anak memainkan permainan tradisional. (ilustrasi foto anak-anak bermain).

Oleh : Qommarria Rostanti, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Masa kecil menjadi periode waktu yang sangat menyenangkan bila diingat. Kekonyolan tingkah laku, keriangan bersama teman, dan hidup yang seolah tanpa beban, membuat kenangan masa kecil selalu dirindukan.

Apalagi, saat bulan suci Ramadhan seperti sekarang, banyak memori menggembirakan untuk diingat. Saya menjalani Ramadhan masa kecil pada era 1990-an hingga 2000-an. Ada begitu banyak momen yang membuat saya tersenyum tipis kala mengenangnya. Barang kali, pengalaman saya menjalani Ramadhan waktu kecil, sama seperti yang Anda rasakan.

Apa saja itu? Yuk kita flashback

1. Acara sahur yang menghibur 
 
Acara sahur memang masih ada sampai sekarang. Namun, acara sahur favorit saya dan mungkin Anda juga pada zaman dulu adalah "Sahur Kita" yang tayang di stasiun televisi SCTV. Acara ini dipandu oleh komedian Eko Patrio dan Ulfa Dwiyanti. Meski hanya berdua, namun duo super kocak itu mampu membuat suasana sahur di rumah menjadi "hidup". 
 
Berbagai segmen yang dihadirkan mampu membuat penonton terpingkal. Berbeda dengan acara sahur belakangan yang ditonton oleh banyak orang di studio, "Sahur Kita" hanya melakukan interaksi dengan penonton di rumah melalui telepon. Pada segmen lomba pantun penonton, kelucuan Eko-Ulfa sebagai pelawak top Tanah Air pada era itu, lolos teruji. 
 
Lomba pantun yang digelar bukan sembarang pantun. Sering kali penelepon berpantun sambil menggunakan alat-alat dapur seperti panci, dandang, piring, dan gelas untuk menambah semarak agar bisa menang.
 
"Sahur Kita" tayang perdana sejak Ramadhan tahun 1999 hingga 2003 (dengan format baru). Bisa dibilang, program ini menjadi pelopor acara sahur berbalut komedi. 
 
2. Shalat Subuh berjamaah di masjid bersama teman
 
Setelah Imsak, banyak anak-anak yang tumbuh di era 90-an atau 2000-an yang shalat Subuh di masjid. Kebanyakan anak-anak pada zaman itu tidak memiliki HP. Jadi, janji yang dibuat untuk shalat Subuh bersama, biasanya dilakukan sehari sebelumnya. Si A ke rumah si B, si A dan B ke rumah C, begitu seterusnya. 
 
3. Bermain setelah shalat Subuh
 
Pada era kepemimpinan Gus Dur tahun 1999, anak-anak sekolah diliburkan selama sebulan penuh saat Ramadhan. Saya dan juga pembaca (yang saat itu masih anak-anak), mungkin menghabiskan sebagian masa libur Ramadhan ini dengan banyak bermain. Termasuk saya dan teman-teman dulu.
 
Kami bermain setelah shalat Subuh. Entah itu berjalan-jalan pagi di sekitar lingkungan rumah, bermain bola bekel, orang-orangan kertas, hingga monopoli. Libur Ramadhan zaman almarhum Gus Dur pasti menjadi salah satu kenangan seru bulan puasa saat kecil. 
 
4. Mengisi buku agenda Ramadhan
 
Anak-anak sekolah selalu diberi buku agenda Ramadhan. Buku tersebut harus diisi setiap hari. Ada banyak kolom yang harus dicentang atau disilang, mulai dari shalat lima waktu, berpuasa atau tidak, baca Alquran atau tidak, hingga Tarawih atau tidak. 
 
Jika si anak Tarawih, maka harus memberikan bukti berupa tanda tangan imam atau penceramah saat Tarawih. Bukan cuma itu, anak-anak pun harus menulis judul ceramah dan isi pokok ceramah. Buku agenda Ramadhan itu juga harus ditandatangani oleh orang tua. 
 
5. Sinetron Ramadhan 
 
Ramadhan juga banyak diisi oleh sinetron-sinetron bertema Islami. Beberapa judul sinetron Ramadhan yang fenomenal pada masanya di antaranya "Doaku Harapanku", "Doa Membawa Berkah", "Hikmah", "Ikhlas", "Lorong Waktu", dan "Para Pencari Tuhan". 
 
Kebanyakan sinetron Ramadhan tayang sebelum azan Magrib. Ada wajah Krisdayanti, Tamara Bleszynski, hingga Zaskia Adya Mecca di layar kaca untuk menemani waktu ngabuburit bersama keluarga. Sinetron apa favorit Anda?
 
6. Tarawih bersama teman 
 
Alih-alih Tarawih bersama keluarga, anak-anak zaman dulu lebih sering Tarawih bersama teman-teman. Bukannya khusyuk shalat, banyak anak-anak justru bercanda, termasuk saya (jangan ditiru).
 
Saya ingat, di masjid tempat saya Tarawih dulu, ada penjaga masjid yang berkeliling membawa sajadah. Dengan sajadah itu, beliau akan menakut-nakuti dengan sabetan kecil terhadap anak-anak yang membuat gaduh. Setiap kali sosoknya melintas, anak-anak yang tadinya berisik mendadak diam. 
 
7. Bermain petasan
 
Pada Ramadhan belakangan ini, bunyi ledakan petasan jarang terdengar. Mungkin karena saat ini sudah banyak larangan untuk menyalakan petasan. Ditambah lagi, mobile game kini agaknya lebih menarik anak-anak ketimbang bermain petasan yang membuat bising. 
 
Sangat berbeda dengan zaman dulu, di mana Ramadhan menjadi "kesempatan" untuk meledakkan petasan yang suaranya tak jarang membuat telinga sakit. Aneka macam petasan pun banyak dijual. Ada petasan cabe rawit, petasan banting, petasan kentut, petasan air mancur, dan petasan gasing. Semuanya pernah juga saya mainkan. 
 
Saat itu, semuanya terasa seru. Ramadhan selalu menjadi bulan istimewa. Istimewa karena pahala yang diberikan oleh Allah SWT dalam setiap kebaikan/ibadah berkali lipat, juga karena di Ramadhan ada keseruan masa kecil yang kini hanya bisa dikenang. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement