REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pengadilan Rusia pada Kamis (28/7/2022) mendenda paltform perpesanan milik Meta, WhatsApp, Snapchat, dan perusahaan asing lain. Tindakan tersebut dilakukan karena dugaan penolakan mereka soal penyimpanan data pengguna Rusia.
Sejak Rusia mulai mengirim angkatan bersenjata ke Ukraina pada akhir Februari lalu, Rusia telah berselisih dengan sejumlah perusahaan teknologi asing. Ini terkait dengan konten, sensor, data, dan perwakilan lokal.
Pengadilan Moskow mendenda WhatsApp 18 juta rubel atau 301.255 dolar AS atau Rp 4,4 miliar untuk pelanggaran berulang setelah menimbulkan penalti empat juta rubel pada Agustus lalu. Denda WhatsApp melebihi hukuman 15 juta rubel yang diberikan kepada Google Alphabet karena pelanggaran berulang pada bulan Juni.
Selain itu, pengadilan mendenda pemilik Tinder Match 2 juta rubel, Snap dan Hotels.com yang dimiliki oleh Expedia Group satu uta rubel dan layanan streaming musik Spotify 500 ribu rubel.
Regulator komunikasi Roskomnadzor mengatakan lima perusahaan belum memberikan dokumen yang mengonfirmasi bahwa penyimpanan dan pemrosesan data pengguna Rusia berlangsung di wilayah Rusia tepat waktu.
Sementara itu, Expedia Group mengatakan pihaknya sedang meninjau keputusan pengadilan, tetapi tidak memiliki informasi lebih lanjut untuk diberikan. “Namun, kami dapat mengonfirmasi Hotels.com menutup titik penjualan Rusia pada 1 April 2022 dan tidak lagi mengumpulkan data pengguna Rusia,” kata Expedia, dalam sebuah pernyataan, dikutip BusinessLive, Jumat (29/7/2022).
Spotify menutup kantornya di Rusia pada Maret lalu dan segera menangguhkan layanannya di negara itu. Rusia membatasi akses ke platform andalan Meta Facebook dan Instagram, serta Twitter segera setelah konflik di Ukraina dimulai. Menurut para kritikus, langkah tersebut merupakan sebuah upaya Rusia untuk melakukan kontrol yang lebih besar atas arus informasi.
Meta dinyatakan bersalah atas aktivitas ekstremis di Rusia. Sementara itu, Rusia mengizinkan WhatsApp untuk tetap tersedia.
Wakil kepala komite parlemen Rusia untuk kebijakan informasi Anton Gorelkin mengatakan lebih dari 600 perusahaan asing telah menyetujui tuntutan Rusia sejak undang-undang penyimpanan data disahkan pada 2015.
“Dalam konteks perang informasi dengan Barat, kami yakin bahwa undang-undang ini diperlukan. Hanya dengan cara ini kami dapat memastikan bahwa dinas intelijen asing dan semua jenis penipu tidak mendapatkan akses ke (data)," kata dia.