Pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih mengubah hidup secara keseluruhan. Sekarang gaya hidup menjadi serba digital. Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada 2022, 79 persen anak diizinkan menggunakan gadget selain untuk belajar, bahkan 71 persen anak memiliki gadget sendiri.
Situasi ini menimbulkan perbedaan pemahaman antara orangtua dan anak-anak. Sebagai digital imigran, 71,6 persen orangtua menganggap anak-anak menggunakan gadget untuk mencari informasi. 60,4 persen menyebut anak-anak makai gadget untuk menonton YouTube, 59 persen main game, dan 45,8 persen chatting dengan temannya. Di sisi lain, 52 persen anak-anak mengaku menggunakan gadget untuk chatting dengan teman, 52 persen menonton YouTube, 50 persen mencari informasi, dan 42 persen bermedia sosial.
Baca Juga: Erick Thohir Terima Pengunduran Diri TGB dari BSI
“Terjadi perbedaan pemikiran antara orangtua dan anak terkait penggunaan gadget. Ini karena orangtua tidak bisa mengecek 100 persen apa yang dilakukan anak menggunakan gadget,” kata Pengusaha, Digital Trainer, Graphologist, Diana Aletheia Balienda saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kota Kediri, Jawa Timur, pada Kamis (4/8/2022).
Anak-anak merasa dunia digital adalah ruang terbuka dan bebas, mengeksplorasi, serta tempat bertemu orang baru. Sebaliknya, mereka juga naif, mudah percaya kepada orang lain, sehingga terbuka ruang untuk predator anak untuk masuk mendekati.
Orangtua, lanjut Diana, bisa menggunakan aplikasi parenthal control untuk mengawasi aktivitas anak. Semua aplikasi bisa didapatkan secara gratis. Google Family Link misalnya. Dengan menginstal aplikasi pada gadget orangtua dan anak, bisa diatur batasan usia pada platform YouTube, sehingga video yang muncul tidak berbahaya untuk anak.
Baca Juga: Warta Ekonomi Beri Penghargaan ke 151 Emiten dengan Kinerja Terbaik
“Tinggal pilih yang mana sesuai. Nanti antara gadget anak dan orangtua tersambung. Sehingga kita tahu anak sedang buka website apa, nonton video apa. Nanti ketahuan,” kata Diana.
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan, We Are Social mencatat kini pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta pengguna, di mana sebanyak 170 juta penggunanya menggunakan media sosial.
Dapat dikatakan pengguna internet mencapai 61.8% dari total populasi Indonesia.
Baca Juga: Rebranding Rumah Sakit Jadi Rumah Sehat, Kenapa Anies Baswedan Tak Gunakan Puskesmas Saja?
Menurut Survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2021, Indeks atau skor Literasi Digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori Sedang.
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok masyarakat di wilayah Kota Kediri, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi. Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli dibidangnya untuk berbagi terkait budaya digital antara lain Pengusaha, Digital Trainer, Graphologist, Diana Aletheia Balienda. Kemudian Dosen, Relawan TIK Indonesia, Mukhamad Ainul Yaqin, M.I.Kom, serta Digital Marketing Expert, Fianda Julyantoro.
Baca Juga: Ungkit Rekayasa Kasus Brigadir J, IPW Blak-blakan Soal Mundurnya Pengacara Bharada E: Tidak Jujur!
Untuk informasi lebih lanjut mengenai program Makin Cakap Digital 2022 hubungi info.literasidigital.id dan cari tahu lewat akun media sosial Siberkreasi