SURAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menjelang Muktamar Muhammadiyah ‘Aisyiyah ke 48 di solo bulan depan, Syiar Muktamar di berbagai daerah semakin gencar di lakukan. Antusiasme warga muhammadiyah juga terlihat dengan ramainya Tabligh Akbar Semarak Muktamar Muhammadiyah ‘Aisyiah ke-48 yang diadakan di Edutorium K.H Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada Sabtu (8/10) pagi tadi. Acara yang menghadirkan Ust. Adi Hidayat, Prof. Dadang Kahmad, Prof. Sofyan Anif.
Turut hadir jajaran Pimpinan Pusat Muhammadiyah seperti Sekretaris Umum Prof Abdul Mu’ti, Ketua PP Muhammadiyah Dahlan Rais, Bendahara PP Muhammadiyah Drs Marpuji Ali serta ribuan jamaah yang tumpah ruah di Edutorium UMS maupun yang hadir secara daring.
Pada kesempatan kali ini, Ustad Adi Hidayat dengan semangat menegaskan berkali-kali bahwa dirinya adalah bagian dari Kader Muhammadiyah dan tidak ada keraguan didalamnya. Adi Hidayat juga menyayangkan beberapa pihak yang justru menutupi identitas kader Muhammadiyah nya ketika berada di masyarakat umum, padahal, sebagai Kader Muhammadiyah kita patut bangga karena K.H Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah masih keturunan langsung dari Nabi Muhammad. “Dimanapun dan kapanpun jangan pernah merasa sungkan berkata ‘Saya Kader Muhammadiyah’, karena Insyaallah kita selamat berada di jalan ini, yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah,” tegasnya.
Arti kata “Muhammadiyah” sendiri, menurut Adi Hidayat memiliki keistimewaan sendiri, bukan sekedar nama yang diambil karena ada embel-embel nama Rasulullah. Kata Muhammad yang berasal dari Mahmud, membuktikan bahwa nama “Muhammad” mengindikasikan bahwa hubungan sosial seseorang itu dengan yang lain itu baik. Mengambil kata “Muhammad”iyah dan bukan “Ahmad”iyah, mungkin karena Ahmad Dahlan ingin agar warga Muhammadiyah tidak hanya baik dari segi hubungannya dengan Allah, namun baik juga hubungannya dengan manusia lain.
“Ketika anda mengatakan bahwa Anda adalah seorang kader, simpatisan atau pengembira Muhammadiyah, artinya ada Komitmen untuk menjadi manusia yang baik, dalam beribadah maupun bermasyarakat. Itulah Muhammadiyah,” jelas Adi Hidayat.
Adi Hidayat juga menjelaskan bahwa kita tidak boleh hanya bangga atas apa yang telah dicapai oleh persyarikatan. Ahmad Dahlan sudah lebih dulu mengajarkan untuk tidak berhenti dengan ritual ibadah namun langsung mempraktekkan nya sebagai Muhammadiyah. Jadi sifat-sifat hasil praktek nilai ibadah ritual dalam konteks sosial harus ditanamkan dalam diri Warga Muhammadiyah.
Spirit Muktamar juga tidak hanya menghadirkan keramaian-keramaian saja, namun umat Muhammadiyah harus menghadirkan keramaian yang membawa manfaat yang bermashlahat untuk negara tercinta. Adi Hidayat juga berpesan, “Renungkan pada muktamar nanti, susunlah program nantinya untuk mendapatkan dunia yang berkemajuan fiddunya hasanah dan akhirat yang mencerahkan wafil akhiroti hasanah, dengan itulah Waqina adzabannar.”
Spirit dalam Sa’i dan Tahalul ketika Umrah juga patut diterapkan nantinya pada Mukatamar menurut Adi Hidayat. Dimana Spirit untuk menyiapkan diri dan bertekad tangguh mengeksekusi amanat Muktamar dengan penuh kesungguhan seperti Sa’i, dan Spirit Tahalul, dimana setelah Muktamar dilaksanakan, Maka warga Muhammadiyah diharapkan bergembira dengan disertai kesiapan untuk melaksanakan apa-apa yang sudah diamanatkan dalam Mukatamar nantinya. (Arina/Riz)