Sabtu 19 Nov 2022 04:19 WIB

Muktamar Solo dan Energi Positif Muhammadiyah

energi positif Muhammadiyah adalah menjadikan Islam sebaga ramatan lil alamin.

Peserta mengacungkan tangan saat penutupan Tanwir Muhammadiyah di Auditorium Muhammad Djazman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (18/11/2022). Pada sidang pleno ini peserta memilih 39 nama dari 92 nama calon anggota PP Muhammadiyah. Selanjutnya dari 39 nama ini akan dibawa ke Muktamar untuk dipilih menjadi 13 nama calon anggota PP Muhammadiyah.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Peserta mengacungkan tangan saat penutupan Tanwir Muhammadiyah di Auditorium Muhammad Djazman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (18/11/2022). Pada sidang pleno ini peserta memilih 39 nama dari 92 nama calon anggota PP Muhammadiyah. Selanjutnya dari 39 nama ini akan dibawa ke Muktamar untuk dipilih menjadi 13 nama calon anggota PP Muhammadiyah.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Faozan Amar, Dosen FEB UHAMKA, Sekretaris LDK PP Muhammadiyah dan Staf Khusus Menteri Sosial

 Sejak berdiri 18 Nopember 1912 di Yogyakarta oleh KH Ahmad Dahlan, yakni 110 tahun lalu menurut kalender Miladiyah, eksistensi Muhammadiyah tak perlu diragukan lagi.   Berbagai macam amal usaha Muhammadiyah berdiri dihampir seantero negeri, sebagai sarana dakwah amar maruf nahi  munkar. 

Ada 22 orang tokoh Muhammadiyah telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional karena perjuangan, pengorbanan dan jasa-jasanya kepada bangsa dan negara. Bahkan diantara mereka merupakan  pasangan suami istri, yakni KH Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah yang merupakan pendiri Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah serta Soekarno dan Fatmawati yang merupakan Proklamator kemerdekaan bangsa dan penjahit bendera merah putih.

Baik secara ketokohan individu dan organisasi, gerak langkah Muhammadiyah telah ikut mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara pada hampir setiap aspek kehidupan, baik pada pra kemerdekaan, saat kemerdekaan, dan pasca kemerdekaan hingga sekarang ini. Hal ini seperti pengakuan Bung Karno pada saat Pidato penutupan Muktamar Muhammadiyah Setengah Abad pada 25 November 1962 di Jakarta ; “Dalam suasana yang remang-remang itu datanglah KiaiAhmad Dahlan di Surabaya dan memberi tabligh mengenai Islam. Bagi saya (pidato) itu berisi regeneration dan rejuvenation dari pada Islam... Nah, dengan demikianlah makin kuatlah, saudara-saudara, keyakinan saya bahwa ada hubungannya erat antara pembangunan agama dan pembangunan tanah air, bangsa, negara, dan masyarakat. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, kok makin lama makin saya cinta kepada Muhammadiyah. Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kiyai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil kepadanya.

Hal yang sama juga diakui oleh Jenderal Besar dan juga Panglima Besar Jenderal Soedirman.  Bahwa tempaan selama menjadi kader Muhammadiyah telah mengantarkannya kepada keberhasilan menjadi Bapak TNI. Kader Muhammadiyah butuh komitmen dan konsistensi tinggi agar mampu bertahan terhadap berbagai tantangan ketika berdakwah. Seperti yang diakui Jenderal Soedirman, kader terbaik dari kepanduan Muhammadiyah, Hizbul Wathan"Sungguh berat menjadi kader Muhammadiyah. Ragu dan bimbang lebih baik pulang,"kata Jenderal Soedirman.

Pesan KH Ahmad Dahlan 1 abad yang lalu masih sangat relevan dan kontekstual “… hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan dimana dan kemana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan profesional lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu”.

Selama ini, dakwah dan amal usaha Muhammadiyah fokus pada tiga bidang utama yakni pendidikan, kesehatan dan sosial. Tiga bidang itu sering disebut trisula, bergerak secara bottom up dengan semangat dan landasan amal saleh sebagai titik pijaknya.  Semangat memberikan yang terbaik (ahsanu amala) dan berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat), menjadi gerakan tersebut terus tumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika yang menyertainya. Itulah energi positif yang terus disebarkan oleh Muhammadiyah sejak berdiri hingga sekarang ini.

 Gerakan pendidikan Muhammadiyah bersifat terbuka terhadap segala pengalaman yang baik (hikmah) dan bersifat universal dengan standar keilmuan yang termutakhir. Karena itulah pendidikan Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam sistem pendidikan nasional, dimana dalam gerakan pendidikannya, Muhammadiyah mempunyai landasan-landasan filosofis yang sesuai dengan prinsip pendidikan di Indonesia seperti: keselarasannya dengan realitas masyarakat dan kebudayaan serta sistem sosial, ekonomi, dan politik.

Dalam bidang kesehatan, Muhammadiyah memiliki peranan yang besar ; Pertama, Muhammadiyah adalah role model dan pionir pendirian layanan kesehatan kaum santri. Dari satu klinik yang didirikan di Yogayakarta pada 1923, kini Muhammadiyah memiliki 107 Rumah sakit dan 228 klinik yang tersebar di hampir seluruh penjuru negeri, mulai dari BKIA, klinik, Poliklinik, sampai rumah sakit.

Kedua, kontribusi dalam mencetak tenaga kesehatan. Hingga tahun 2018, Muhammadiyah memiliki 67 perguruan tinggi bidang kesehatan. Di antaranya 12 jurusan kedokteran dan kesehatan masyarakat, 31 jurusan keperawatan, 32 jurusan kebidanan, 24 jurusan farmasi, dan 4 jurusan gizi. Ketiga, Kontribusi dalam upaya kesehatan masyarakat. Muhammadiyah aktif dalam Gerakan Masyarakat Sehat ke pesantren, sekolah, dan rumah sakit tingkat komunitas(iBtimes, 29/2/2020).

Muhammadiyah juga memiliki peran sosial yang dirasakan masyarakat. Hal ini dapat terlihat dalam jajak pendapat yang digelar Litbang Kompas pada 30 Juni hingga 2 Juli 2010. Praktik sosial menonjol yang terungkap terutama adalah keberhasilan Muhammadiyah dalam pelayanan pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Sebagian besar responden (71 persen) menyatakan, Muhammadiyah berhasil turut serta membantu memajukan kualitas pendidikan masyarakat. 

Secara khusus, 73,1 persen responden mengakui Muhammadiyah berhasil dalam menyampaikan visi keislaman dalam pendidikan. Di bidang ekonomi dan kesehatan hampir separuh jumlah responden (43,7 persen dan 42,5 persen) setuju, Muhammadiyah membantu memajukan perekonomian dan menyediakan pelayanan kesehatan yang berkualitas untuk masyarakat (Kompascom, 05/07/2010).

Oleh karena itu, Muktamar Muhammadiyah sebagai forum permusyawaratan tertinggi perlu untuk menyusun dan mengesahkan program-program Muhammadiyah yang mampu menjawab tantangan yang dihadapai sesuai dengan kebutuhan Muhammadiyah ke depan. Sehingga Muhammadiyah tetap responsif bergerak dinamis dengan tetap berpijak pada nilai-nilai yang terkandung dalam al Qur’an dan sunnah. 

Di samping itu, muktamar juga harus memilih pemimpin yang dapat menahkodai  kapal besar Muhammadiyah. Pemimpin tersebut harus yang memiliki kemampuan dalam menghadapi tantangan lokal, regional, nasional dan global. Memiliki jiwa dan semangat pembaharu, ulama-intelektual, energik dan memiliki jaringan spektrum pergaulan yang luas.

Sehingga Muhammadiyah benar-benar menjadi rahmatan lil alamin, sebagaimana disimbolkan dengan matahari dan tema muktamar, yakni mencerahkan semesta. Wallahua’alam.

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement