REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 18 Juli 1994, berlangsung final Piala Dunia. Italia menghadapi Brasil di Rose Bowl Stadium, Pasadena, California.
Sepanjang 90 menit, kedua tim bermain imbang 0-0. Duel berlanjut ke perpanjangan waktu. Sampai tahapan itu, angka di papan skor tidak berubah.
Alhasil, tim yang menjadi pemenang harus ditentukan lewat drama adu penalti. Selecao berjaya. Tim Samba unggul 3-2 atas Gli Azzurri pada periode tos-tosan.
Salah satu eksekutor Italia, Roberto Baggio gagal menjalankan tugasnya dengan baik. Tendangannya melambung tinggi setelah kelelahan di arena yang sangat panas. Rupanya kegagalan tersebut masih menghantuinya.
Sudah nyaris tiga dekade berlalu. Ia tetap mengingatnya. Aksinya memengaruhi sejarah dan prestasi sepak bola kedua tim.
"Saya tidak akan pernah melupakannya. Itu mimpi masa kecil yang menjadi kenyataan, dan kemudian berakhir dengan cara yang paling absurd, dan saya tidak akan pernah melupakannya," kata Baggio kepada SkyTG24, dikutip dari Football Italia, Rabu (23/11/2022).
Kini negeri Spageti mengoleksi empat trofi Piala Dunia. Sementara Brasil memiliki lima gelar. Andai tendangan sang legenda merobek jala Claudio Taffarel, jelas, perhitungan bisa berubah.
Namun semua sudah terjadi. Para penggemar Italia sudah memaafkan pahlawan mereka tersebut. Segenap tifosi berdamai dengan hal itu.
Hanya, secara pribadi, Baggio tetap merasa ada yang kurang. Ini menjadi salah satu kenangan penting dalam kariernya. Sesuatu yang juga mendewasakannya.
"Orang-orang selalu menunjukkan cinta dan kasih sayang yang besar untuk saya. Mereka memahami penderitaan saya, tetapi saya sangat menuntut pada diri saya sendiri," ujar pria yang kini berusia 55 tahun ini.
Total Baggio membela Italia dalam 56 pertandingan. Selama periode tersebut, ia mencetak 27 gol.