REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seiring dengan peningkatan jumlah pengguna internet di Indonesia, keamanan siber para pengguna juga menjadi semakin rentan baik dari serangan malware hingga Advanced Persistent Threat (APT). Maraknya peretasan keamanan siber ini juga muncul seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mulai memperluas jejak digital mereka dengan lebih banyak menerapkan gaya kerja hybrid.
Chief Information Security Officer Zoom Michael Adams dalam keterangannya pada Rabu (21/12/2022), berbagi pandangannya terkait hal-hal yang perlu diantisipasi oleh perusahaan di tahun depan. Dia mengatakan ada 4 poin yang menjadi perhatian.
Dalam poin pertama, Adams menyebutkan bahwa para pimpinan tim keamanan siber akan meningkatkan fokus mereka untuk memperkokoh keamanan siber.
"Meski fokus utama program keamanan siber akan tetap untuk melindungi perusahaan dari ancaman siber, kita dapat memperkirakan peningkatan fokus pada keamanan siber yang kokoh (cyber resilience)," kata Adams.
Keamanan siber ini tidak hanya mencakup pelindungan, tetapi juga pemulihan dan kesinambungan apabila terjadi peristiwa terkait keamanan siber. Tidak hanya investasi pada sumber daya untuk melindungi perusahaan dari ancaman siber, investasi pada sumber daya manusia, proses, dan teknologi untuk memitigasi dampak serangan siber dan melanjutkan operasional perusahaan setelah peristiwa terkait keamanan siber.
Pada poin kedua, Adams menyebutkan bahwa tim keamanan siber perlu melindungi perusahaan dari serangan spear phishing dan rekayasa sosial lain yang semakin canggih. Kecanggihan serangan spear phishing dan rekayasa sosial lainnya ini mempersulit identifikasi pelaku serangan, yang mana membuat proses pembelaan perusahaan terhadap pelaku menjadi lebih menantang.
"Kita dapat memperkirakan serangan rekayasa sosial yang semakin canggih di tahun depan, yang menggunakan teknologi deep-fake dan kecerdasan buatan," kata Adams.