Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.
Saat ini, meski Pilpres masih delapan bulan, nama Pangeran Diponegoro ramai disebut-sebut. Prabowo Subianto ketika memaparkan visi dan misinya di depan para wali kota se-Indonesia di Makassar menyatakan akan memindahkan makam Pangeran Diponegoro ke Jawa.
Sontak pernyataan ini memicu banyak komentar. Sayangnya, komentar yang keluar negatif. Baik masyarakat di Makassar maupun para anak keturunannya di Yogyakarta menolak keras.
Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, tegas menolak wacana Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang ingin memindahkan makam pahlawan nasional Pangeran Diponegoro dari Makassar kembali ke kampung halamannya di Yogyakarta.
"Kalau saya enggak usah, Pangeran Diponegoro di sana [Makassar] juga dihargai oleh masyarakat," kata Sultan di Yogyakarta, Jumat (14/7).
Sultan menilai warga Makassar pun menjaga sekaligus menghormati keberadaan makam sosok pahlawan dengan nama asli Bendara Raden Mas Antawirya. Oleh karena itu, menurut Sultan, wacana pemindahan itu tak perlu dilaksanakan.
Melihat itu tampaknya usulan pemindahan makam Diponegoro akan mentok. Publik lebih menyukai sekaligus bangga bila Pangeran Diponegoro di makamkam di Makassar. Apalagi, anak cucu dan keturunannya pun sampai kini banyak tetap berada di tempat itu. Mereka bangga dan menjaga makam leluhurnya yang sangat dihormati. Meminjam istilah pangeran Diponegoro itu sebagai 'takdir'.
Perlu diketahui pula, sosok Pangeran Diponegoro muncul sebagai semangat perjuangan politik kemerdekaan itu selepas 50 tahun dari wafatnya di Makassar pada tahun 1850. Diponegoro 'bangkit dari kuburnya' setelah Sarikat Islam menggaungkan nama dan jasa perjuangannya dalam setiap rapat-rapatnya. Mulai saat itu, poster Pangeran Dipoengoro tersebar luas. Rakyat yang sebelumnya hanya tahu dari mulut ke mulut, kini dapat mengetahui sosok Pangeran Diponegoro secara lebih jelas. Pangeran Diponegoro bukan lagi nama khayali. Tapi nyata dan ada!