Oleh : Andri Saubani, jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Koalisi Perubahan dan Persatuan yang bercita-cita menjadikan Anies Baswedan sebagai presiden Indonesia lewat Pemilu 2024 masih ada, setidaknya hingga Ahad (18/7/2023), atau saat Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menggelar Apel Siaga Perubahan di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Eksistensi koalisi ini ditandai dengan kehadiran para elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat, termasuk Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) selaku ketum.
Kehadiran AHY di acara Apel Siaga Perubahan terbilang penting bagi eksistensi koalisi pengusung Anies di tengahi isu akan cabutnya Demokrat dan bergabung dengan koalisi lain. Hal itu ditandai dengan pertemuan AHY dengan Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Puan Maharani yang terjadi pada bulan lalu.
Sebagai pengingat, Koalisi Perubahan dan Persatuan bisa bubar jalan jika satu saja dari anggota mereka 'membelot' di tengah jalan. Untuk bisa mengusung Anies sesuai syarat presidential threshold, Nasdem, Demokrat, dan PKS harus tetap bersatu hingga pendaftaran pasangan capres-cawapres pada Oktober-November 2023 mendatang.
Di GBK, AHY menegaskan anggota Koalisi Perubahan dan Persatuan kompak dan solid. Menurutnya, ketiga partai politik sudah memiliki rasa saling percaya dalam mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai capres. Ia pun menegaskan, kehadirannya di Apel Siaga Perubahan sebagai bentuk komitmen Demokrat bersama Koalisi Perubahan dan Persatuan.
Sementara, Anies Baswedan dalam pidatonya di Apel Siaga Perubahan, kembali menggelorakan narasi perubahan dan perbaikan jika dia menang Pilpres 2024. Perubahan dan perbaikan, kata Anies, akan menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat yang dimulai dari ujung timur Indonesia, yakni Papua.
Anies mengklaim, konsep perubahan dan perbaikan hadir karena aspirasi masyarakat Indonesia yang menginginkan dua hal tersebut. Anies menilai, massa yang berkumpul di GBK di Apel Siaga Perubahan, sebagai representasi dari aspirasi itu.
Apa yang dibilang Anies senada dengan hasil survei Indostrategic yang digelar pada 9-20 Juni 2023. Salah satu sorotan dalam survei adalah tingginya tingkat kesetujuan publik terhadap narasi perubahan untuk Indonesia.
Berdasarkan survei, 80,6 persen responden menyatakan sudah pernah mendengar visi perubahan untuk 2024. Dari 1.400 responden, hanya 19,3 persen yang mengaku belum pernah mendengar.
Artinya, narasi itu sudah cukup tersampaikan kepada masyarakat. Tetapi, Indostrategic mendalami lagi apakah narasi tersampaikan secara dalam atau tidak untuk melihat apakah itu bisa dikonversi menjadi dukungan.
Menurut Direktur Eksekutif Indostrategic, Khoirul Umam, sebanyak 91,3 persen responden setuju dengan visi perubahan memperbaiki kondisi saat ini. Yang tidak setuju sebesar 8,2 persen, sementara 0,5 persen responden menjawab tidak tahu/tidak jawab.
Kemudian, terkait pemahaman masyarakat tentang narasi perubahan, 83,9 persen menganggap itu berarti program-program pemerintah yang lebih baik. Hanya 14,4 persen merasa visi itu asal berbeda dengan pemerintah.
Survei Indostrategic bisa menjadi modal bagi Koalisi Perubahan dan Persatuan dalam menghadapi Pilpres 2024. Narasi-narasi perubahan seperti mendapatkan justifikasi sudah berada dalam trek yang benar melawan visi keberlanjutan, alias koalisi yang mengusung capres yang akan melanjutkan program-program pemernitahan Joko Widodo (Jokowi).
Dalam konteks politik elektoral, Anies saat ini sedang meretas jalan terjal menuju Pilpres 2024. Elektabilitas Anies masih bisa dibilang jauh di bawah dua bakal capres lainnya, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Berdasarkan survei terbaru Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang digelar pada 1-8 Juli 2023, elektabilitas Anies sebesar 21,4 persen, adapun Prabowo 25,8 persen dan Ganjar 32,2 persen. Dari survei ke survei, elektabilitas Anies bisa dibilang segitu-gitu saja, sementara Prabowo dan Ganjar saling salip.
Nasdem, sebagai partai yang pertama mendeklarasikan Anies sebagai capres, mengakui, hingga kini ada sejumlah wilayah di mana suara untuk Anies Baswedan tak maksimal. Fakta itulah yang dalam beberapa bulan ke depan akan coba diperbaiki oleh Koalisi Perubahan dan Persatuan.
Siapa yang menjadi cawapres Anies agar bisa memicu efek kejut juga masih digodok. Sebagai pemilih hak prerogatif penentu cawapres, Anies telah menetapkan tiga kriteria yang bisa dibilang normatif, yang intinya sosok yang dipilih bisa membantu pemenangan pada Pilpres 2024.
Pengumuman cawapres dari Anies juga akan menjadi momentum penting yang berpengaruh dalam konteks elektoral. Sehingga, pengumumannya perlu menunggu momentum yang tepat dengan memperhitungkan banyak hal. Karena, mengutip Waketum Nasdem Ahmad Ali, politik bukan persoalan pintar dan bodoh, hebat, dan tidak hebat.