Jumat 04 Aug 2023 11:38 WIB

Kamu Mencibir Produk Halal? Impor Produk Halal Rp 260 Triliun, Lho

Siap-siap saja keuntungan itu terbang ke negeri orang.

Salah satu produk roti halal Hanamaza Pan di Jepang.
Foto: Instagram/@hanamazapan
Salah satu produk roti halal Hanamaza Pan di Jepang.

Oleh : Fuji Pratiwi, Redaktur Ekonomi Syariah Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Belakangan ini, kita dengar keriuhan seputar halal: reviu cari makanan halal di Bali yang kemudian dicibir bigot dan influencer yang makan kerupuk babi di restoran bakso halal yang berbuntut panjang lebar. Yang heboh juga produk wine. Bahkan klaimnya, wine dapat cap halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Buat umat Islam, halal tak bisa dikompromikan. Ini soal keyakinan. Tak boleh kurang, surut, apalagi luntur. Maka itu, mendapatkan dan mengupayakan yang halal adalah keharusan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Yang halal pun tak cuma soal yang ditelan, tapi yang dipakai, dari barang sampai jasa, hulu ke hilir. No debat!

Baca Juga

Buat yang otak bisnisnya jalan, produk halal jadi peluang. Pada 2020, impor produk halal Indonesia mencapai 17,54 miliar dolar AS atau sekitar Rp 260 triliun (laporan SGIE 2022).

Masih kurang?

Kalau pandai dan bisa ekspor, ada 1,8 miliar orang Islam yang butuh produk halal dan belanja mereka untuk produk halal saja 1,3 triliun dolar AS atau sekitar Rp 19.500 triliun (laporan SGIE 2022). Catat, uangnya dalam dolar AS, hijau di mata. Kalaulah produksi dan pemasaran produk halal dicibir di Tanah Air, kita tak usah gigit jari bila dolar-dolar hijau itu terbang ke negeri orang.

Produk halal dijamin kualitasnya, sebab tidak bisa sembarangan ngaku-ngaku halal. Sertifikasi produk dan jasa halal punya standar. Yang mengawasi juga banyak sehingga kalau melenceng, pasti kena semprit banyak pihak.

Saya pikir, salah satu persoalan industri barang dan jasa halal di berbagai tempat adalah pengetahuan. Bank Indonesia (BI) mendapati, pada 2019, indeks literasi ekonomi syariah masyarakat Indonesia 16,3 persen lalu pada 2022 menjadi 23,3 persen. Tak sampai sepertiga bahkan. Padahal, Indonesia mayoritasnya adalah orang Islam. Ekonomi syariah ini termasuk halal di dalamnya.

Meski begitu, kebutuhan akan produk halal itu kuat. Berdasarkan survei Populix seputar industri halal Indonesia yang dirilis pada Maret 2023, adanya logo halal menjadi pertimbangan pertama konsumen membeli produk (83 persen). Mayoritas mereka (75 persen) merasa aman bila produk sudah berlogo halal.

Seperti produk vegan atau organik, produk dan jasa halal juga merupakan layanan tambahan buat yang membutuhkan. Kalau kita tak seiring dari sisi kayakinan, ya masing-masing saja. Tapi Anda bisa lihat dari sisi lain yang lebih hijau agar tidak capek memilih negative thinking melulu.

Bagi otoritas terkait penanganan halal, kita juga menaruh banyak harapan. Soal fatwa halal yang baiknya dikembalikan kepada majelis ulama. Kita tahu pengalaman Komisi Fatwa MUI menangani urusan halal selama lebih dari tiga dekade. Pun harapan kita kepada otoritas soal transparansi tahapan, biaya, dan pengawasan halal, juga soal edukasi kepada pelaku usaha dan masyarakat.

Buat sesama kita, ayo ingatkan diri sendiri dan orang-orang terdekat akan esensi mendasar memakai produk dan jasa halal. Sebab, kalau lihat surveinya BI, banyak yang belum tahu dan belum paham.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement