REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Center of Economic and Law Studies (Celios) mengungkapkan lima langkah agar perdagangan bursa karbon di Indonesia memiliki nilai tambah bagi para investor. Hal ini merespons diresmikannya bursa karbon oleh pemerintah pada Selasa (28/9/2023).
Direktur Celios, Bhima Yudhistira, mengatakan hadirnya bursa karbon di Indonesia diharapkan mampu menurunkan emisi, asalkan memenuhi lima langkah ini. Pertama, bursa karbon perlu menjaga integritas yang berarti unit karbon dari hutan dijamin tidak mengalami deforestasi, kebakaran hutan, dan perusakan ekosistem yang bisa menurunkan nilai dari karbon yang diperdagangkan.
“Kekhawatiran ini muncul terkait dengan skandal Verra atau salah satu lembaga sertifikasi karbon, sebanyak 80 persen proyek yang disertifikasi ternyata tidak berhasil mencegah deforestasi. Jadi integritas bursa karbon harga mati,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (28/9/2023).
Kedua, memastikan bursa karbon tidak membiarkan pembeli melakukan kenaikan emisi secara besar besaran dan mengeklaim sudah melakukan offset karbon. Menurut Bhima, jangan sampai PLTU batubara meningkatkan produksinya hanya karena sudah beli unit karbon di hutan kalimantan, padahal PLTU berada di Jawa.
“Itu namanya greenwashing. Sumber polusinya harus berkurang,” ucapnya.
Ketiga, pajak karbon harusnya segera diberlakukan. Tanpa adanya pajak karbon, perusahaan domestik kurang tertarik melakukan perdagangan karbon.
“Tarif pajak karbon juga sebaiknya direvisi lebih tinggi,” ucapnya.
Keempat, mencegah double counting atau penghitungan ganda. Hutan yang sudah disertifikasi karbon perlu dipastikan tidak diperdagangkan di tempat lainnya.
Kelima, sistem bursa karbon yang berbasis efek memang agak sulit diterima karena perdagangan karbon di negara seperti eropa dan AS, banyak perusahaan asing terlibat bentuknya adalah komoditas.
“Perbedaan sistem inilah yang membuat daya tarik bursa karbon di Indonesia rendah,” ucapnya.
Sebelumnya total pengguna jasa atau user bursa karbon juga tidak mengalami perubahan dari kemarin, yakni sebanyak 16 pengguna jasa. Pada perdagangan perdana kemarin, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan volume perdagangan karbon perdana sebanyak 459.953 ton unit karbon dan transaksi sampai dengan penutupan sebanyak 27 kali transaksi.