Jumat 20 Oct 2023 21:00 WIB

Kapal Bertenaga Angin Mampu Kurangi Konsumsi Bahan Bakar Hingga 30 Persen

Kapal kargo bertenaga angin mulai berlayar dari Shanghai ke Brasil.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah
Kapal kargo bertenaga angin bisa mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 30 persen.
Foto: www.freepik.com
Kapal kargo bertenaga angin bisa mengurangi konsumsi bahan bakar hingga 30 persen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah kapal kargo yang lebih ramah lingkungan telah berlayar dan akan berlabuh di Pelabuhan Gdynia, Polandia, awal pekan depan. Kapal bernama Pyxis Ocean tersebut memiliki panjang 229 meter dan lebar 32 meter, dilengkapi sayap setinggi 37,5 meter yang menggunakan tenaga angin untuk membantu menggerakan kapal - dimana itu bisa mengurangi penggunaan bahan bakar hingga 30 persen.

Kapal ini mulai berlayar dari Shanghai, China, pada 1 Agustus, dengan sekitar 20 kru di dalamnya menuju ke Paranagua, Brasil. Lalu berlayar ke pulau Tenerife, Spanyol, dan kemudian ke Polandia. Sayap-sayap tersebut dilipat ketika kapal berlabuh di pelabuhan-pelabuhan.

Baca Juga

"Sayap kapal yang disebut WindWings ditambahkan pada kapal berusia enam tahun ini dengan tujuan mengurangi kontribusi emisi gas rumah kaca (GRK) dari penggunaan bahan bakar fosil selama pelayaran," kata Jan Dieleman, presiden Cargill Ocean Transportation, yang mencarter Pyxis Ocean.

Perhitungan Cargill menunjukkan bahwa WindWings dapat berkontribusi pada pengurangan konsumsi bahan bakar fosil sekitar 30 persen, ketika tiga sayap dipasang pada kapal yang baru dibangun. Tetapi jika kapal tersebut ditenagai oleh bahan bakar nabati, angka tersebut dapat meningkat hingga 50 persen.

Pada bulan Juli, industri maritim sepakat untuk mengurangi emisi hingga nol bersih pada atau sekitar tahun 2050. Namun mengingat ukuran dan kompleksitas sektor ini, isu-isu seperti kurangnya bahan bakar ramah lingkungan dapat menyebabkan penundaan.

"Angin tidak akan membuat kita mencapai Net Zero, kecuali kita semua bersedia mematikan mesin dan kembali ke masa lalu. Tetapi apa yang kami coba lakukan di sini adalah mencoba menggabungkan keandalan mesin dan angin, sehingga bisa mengurangi secara signifikan penggunaan bahan bakar," kata Dieleman seperti dilansir CNBC News, Jumat (20/10/2023).

Bahan bakar nabati seperti metanol hijau dan amonia hijau lebih mahal daripada bahan bakar fosil, dan ini bukan sekadar masalah harus mengganti satu bahan bakar dengan bahan bakar lainnya. Masalah lainnya adalah metanol memiliki kepadatan energi sekitar setengah dari kepadatan energi hidrokarbon sehingga membutuhkan tangki yang lebih besar.

"Jika Anda dapat mengurangi volume bahan bakar hingga 30 persen, Anda akan mendapatkan keuntungan lain, yaitu Anda tidak perlu membuat kapal penuh dengan tangki, alih-alih dengan kapasitas kargo," ujar Dieleman.

"Saya sangat senang dengan kombinasi angin ditambah bahan bakar baru, karena bahan bakar baru harganya empat kali lebih mahal. Maka dengan menambahkan tenaga angin pengembalian modal mungkin akan menjadi dua, tiga tahun, bukan 10 tahun," tambah dia.

Cargill telah memesan lima kapal muatan curah bertenaga metanol, yang pertama dipesan pada tahun 2022, sebelum WindWings diuji coba di laut. Setelah kinerja sayap dievaluasi, Cargill berharap dapat bekerja sama dengan galangan kapal yang membuat kapal baru untuk menambahkan WindWings ke dalam desain kapal.

Meskipun pelayaran Pyxis Ocean relatif lancar, menurut Dieleman, ada beberapa pelabuhan yang enggan menerimanya. "Kami membutuhkan waktu untuk mendapatkan inovasi dalam industri yang sangat tradisional, bahkan dengan kemauan terbaik dan orang-orang terbaik yang mencoba mendorongnya, Anda masih memiliki banyak rintangan yang harus dilalui," tambahnya.

WindWings dikembangkan oleh Cargill dengan arsitek angkatan laut Bar Technologies, dan diproduksi oleh Yara Marine Technologies, sementara Pyxis Ocean dimiliki oleh Mitsubishi Corporation.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement