Oleh : *Natalia Endah Hapsari
REPUBLIKA.CO.ID, Apa kabar para pelajar dan mahasiswa kita? Tampaknya, kurang baik. Kabar kurang menyenangkan itu bermula dari peristiwa pelajar SMP di Magetan yang ramai-ramai menyakiti diri sendiri atau dikenal dengan istilah self-harm.
Sebanyak 76 murid SMP negeri di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, melukai diri sendiri dengan menggunakan benda tajam. Benda tajam yang digunakan bermacam-macam, di antaranya pecahan kaca, jarum, hingga penggaris.
Menurut penjabat Bupati Magetan Hergunadi, tindakan self-harm di kalangan pelajar, mayoritas dipicu oleh tindakan perundungan dari teman, tren, membanding-bandingkan, masalah keluarga, cinta, serta masalah psikologis lainnya.
Kabar buruk lain datang dari mahasiswa kita. Pada awal Oktober lalu, kita dikejutkan dengan kabar seorang mahasiswi UMY berinisial SM (18 tahun) yang ditemukan tewas setelah jatuh dari lantai empat asrama putri University Residence UMY, Pedukuhan Ngebel, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, sekitar pukul 06.15 WIB.
Sebelum kejadian, korban diduga sempat meminum obat sakit kepala sebanyak 20 butir sekaligus pada malam sebelumnya.
Dugaan bunuh diri pun menguat setelah pihak berwajib melakukan pemeriksaan intensif terhadap para saksi termasuk teman sekamar korban. Korban diduga mengalami depresi.
Menurut teman korban, sebelum minum obat sakit kepala, korban sempat berteriak sendiri dan menangis histeris di kamarnya. Saat itu, korban dibawa oleh rekannya ke rumah sakit untuk mendapatkan bantuan medis.
Hasilnya, korban yang sebelumnya meminum puluhan obat sakit kepala sekaligus berhasil memuntahkan seluruh isi perutnya. Dokter yang memeriksa korban menyarankan SM untuk berkonsultasi dengan psikiater lebih lanjut. Selain itu, saat kembali ke asrama pagi harinya, diketahui bahwa korban yang tidur di salah satu kamar di lantai empat telah jatuh ke lantai dasar.
Tak hanya di Yogya, kabar menyedihkan juga datang dari Semarang. Mahasiswi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang (Unnes), berinisial NJW, ditemukan tewas di area pintu keluar parkir Mal Paragon Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (10/10/2023).
Menurut kepolisian setempat, peristiwa itu diketahui kali pertama oleh satpam mal. Dugaan awal, korban jatuh dari lantai empat area parkir.
Di lantai empat area parkir, polisi menemukan tas milik korban NJW, tanda pengenal dan kartu mahasiswa, serta secarik surat yang berisi permohonan maaf kepada keluarga. Dari hasil penyelidikan polisi, diketahui mahasiswa itu sempat meninggalkan surat pada orang tuanya. Dalam surat tersebut, mahasiswi tersebut meminta maaf kepada orang tuanya karena tidak sekuat harapan orang tua padanya.Tindakan untuk sengaja mengakhiri hidup itu diduga ada masalah keluarga dan asmara yang tak sanggup ditangani sehingga korban memilih untuk mengakhiri hidupnya.
Apa yang terjadi? Mengapa anak muda lebih memilih jalan untuk menyakiti hingga bunuh diri ketimbang mencari pertolongan untuk menemukan solusi?
Baca juga : Isi Surat Wasiat Mahasiswi Unair yang Ditemukan Meninggal di Mobil Menurut Polisi
Ketika menghadapi masalah dan seolah tak menemukan solusinya, boleh jadi pikiran lantas dipenuhi dengan keinginan untuk mengakhiri hidup. Seolah saat raga tak lagi ada di bumi, seluruh masalah tuntas dan berpindah ruang ke dimensi berbeda. Bila ditelusuri lebih lanjut, keinginan untuk menyakiti diri sendiri bahkan hingga memutuskan untuk mengakhiri hidup muncul karena minimnya kecintaan pada diri sendiri.
Lantas, apa hubungan antara cinta pada diri sendiri dan kesehatan mental? Dikutip dari situs kesehatan vcuhealth.org, ada sejumlah penelitian psikologi yang menunjukkan bahwa cinta diri memiliki dampak yang kuat pada kesehatan mental dan kondisi emosional kita, baik dalam hal mengurangi kecemasan, depresi, kemarahan dan kesepian dan juga meningkatkan dukungan dan dorongan bagi diri kita sendiri.
Dalam kondisi positif, kita dapat meningkatkan perasaan kebahagiaan, rasa syukur dan koneksi dengan orang lain. Kasih sayang diri itu memungkinkan kita untuk menenangkan sistem saraf dan menutup suara-suara yang menyudutkan diri sendiri, yang memungkinkannya untuk menghubungkan dunia kita dan orang lain.
Cinta pada diri justru membantu kita merasa lebih terhubung dengan orang lain karena semakin penuh kasih sayang diri kita, semakin kita dapat bersimpati kepada orang lain maka kita pun terhubung dengan orang lain. Jadi cinta diri juga dapat meningkatkan motivasi dan energi kita untuk melakukan hal-hal yang penting untuk diri sendiri. Maka, ketika menghadapi masalah pun, keinginan yang muncul adalah mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah, bukan mengakhiri hidup yang berarti menyakiti diri sendiri.
Baca juga : Sebelum Ditemukan Meninggal, Mahasiswi Unair Pamit dan Peluk Erat Adiknya
Masalahnya, boleh jadi masyarakat awam, orang dewasa apalagi mereka yang masih berstatus pelajar, mungkin saja tidak tahu akses untuk memperoleh bantuan atas masalah yang mereka hadapi. Padahal, layanan kesehatan mental atau konseling bertebaran dan telah tersedia baik milik pemerintah maupun swasta. Namun, kemudahan akses terhadap layanan seperti itu boleh jadi tak banyak yang tahu.
Maka, sudah saatnya kita membuka mata. Ketika ada teman dekat, sahabat, anak, atau mungkin saja tetangga yang memiliki gelagat tak wajar, kita tak lagi memilih diam dengan alasan menjaga privasi orang lain. Sudah saatnya kita peduli dan mau untuk mendengarkan. Cobalah lebih dulu untuk menjadi pendengar yang baik dan jika memungkinkan membantu mencarikan solusi. Jangan biarkan mereka sendiri. Mari membantu dan lebih peduli karena sejatinya masyarakat kita tidak sedang baik-baik saja.
*Penulis adalah jurnalis Republika.co.id