Rabu 27 Dec 2023 11:05 WIB

Laju Pemanasan Global Terus Meningkat, Diperkirakan Naik 50 Persen dalam Beberapa Dekade

Suhu bisa naik lebih tinggi lebih cepat, begitupun cuaca ekstrem semakin parah.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Gita Amanda
Pemanasan global (ilustrasi). Sekelompok kecil ilmuwan telah memperingatkan pada awal abad ini, laju pemanasan global mungkin akan meningkat.
Foto: www.freepik.com
Pemanasan global (ilustrasi). Sekelompok kecil ilmuwan telah memperingatkan pada awal abad ini, laju pemanasan global mungkin akan meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama beberapa tahun terakhir, sekelompok kecil ilmuwan telah memperingatkan pada awal abad ini, laju pemanasan global mungkin akan meningkat. Suhu bisa naik lebih tinggi dan lebih cepat, begitu pun cuaca ekstrem mungkin akan semakin parah.

Dan sekarang, setelah tahun 2023 mencatatkan rekor suhu terpanas dalam sejarah, para ahli percaya bahwa hal tersebut sudah terjadi. Dalam sebuah makalah yang diterbitkan bulan lalu, ilmuwan iklim James E Hansen dan sekelompok rekannya berpendapat bahwa laju pemanasan global diperkirakan akan meningkat sebesar 50 persen dalam beberapa dekade mendatang, dengan dampak yang semakin meningkat.

Baca Juga

Peningkatan jumlah energi panas yang terperangkap dalam sistem planet yang dikenal sebagai ketidakseimbangan energi, juga akan mempercepat pemanasan. “Jika ada lebih banyak energi yang masuk daripada energi yang keluar, pasti akan lebih menghangat. Lalu jika Anda melipatgandakan ketidakseimbangan tersebut, akan menjadi lebih hangat dengan lebih cepat,” kata Hansen seperti dilansir Washington Post, Rabu (27/12/2023).

Zeke Hausfather, ilmuwan iklim di Berkeley Earth, juga menyebut suhu yang terjadi pada beberapa bulan terakhir ini sangat luar biasa. Menurut dia, ada semakin banyak bukti bahwa pemanasan global semakin cepat dalam 15 tahun terakhir. 

Beberapa model iklim juga memperkirakan percepatan pemanasan di tahun-tahun mendatang, seiring dengan menurunnya jumlah aerosol. “Meskipun semakin banyak bukti percepatan pemanasan, hal ini belum tentu lebih buruk dari yang kita duga karena sebagian besar ilmuwan memperkirakan hal seperti ini akan terjadi,” kata Hausfather.

Namun tidak semua orang setuju. Ilmuwan iklim dari University of Pennsylvania, Michael Mann, berpendapat bahwa belum ada percepatan yang terlihat. Banyak peneliti lain juga tetap skeptis, dengan mengatakan bahwa meskipun peningkatan tersebut dapat diprediksi dalam beberapa simulasi iklim, mereka tidak melihatnya dengan jelas dalam data planet itu sendiri. Setidaknya belum.

The Washington Post menggunakan kumpulan data dari NASA untuk menganalisis suhu permukaan rata-rata global dari tahun 1880 hingga 2023. Data menunjukkan bahwa laju pemanasan jelas meningkat sekitar tahun 1970. Para ilmuwan telah lama mengetahui bahwa percepatan ini berasal dari peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca. Namun, data yang ada jauh lebih tidak pasti mengenai apakah percepatan kedua sedang berlangsung.

Antara tahun 1880 dan 1969, planet ini menghangat secara perlahan, dengan laju sekitar 0,04 derajat Celsius per dekade. Mulai sekitar awal tahun 1970-an, pemanasan mengalami percepatan, mencapai 0,19 derajat Celcius per dekade antara tahun 1970 dan 2023.

Akselerasi tersebut tidak kontroversial. Sebelum tahun 1970an dan 1980an, manusia menggunakan bahan bakar fosil, namun juga melepaskan polusi udara atau aerosol dalam jumlah besar. Aerosol sulfat adalah partikel berwarna terang yang memiliki kemampuan untuk sementara waktu mengimbangi pemanasan yang disebabkan oleh bahan bakar fosil. Aerosol memantulkan sinar matahari kembali ke angkasa, dan juga mempengaruhi pembentukan awan reflektif.

Semakin banyak aerosol di udara, semakin lambat pemanasan planet ini. Selain itu, karena polutan aerosol memiliki dampak kesehatan yang berbahaya pada manusia, pada akhirnya masyarakat memutuskan untuk membersihkannya, sehingga menyebabkan pemanasan dramatis.

Pada awal dan pertengahan abad ke-20, negara-negara maju mengalami polusi yang sangat parah sehingga dunia mengalami pemanasan secara perlahan. “Ini adalah era kabut London dan polusi yang sangat ekstrem di AS,” kata Gabi Hegerl, ahli iklim di University of Edinburgh. Sebuah studi baru-baru ini dalam Journal of Advances in Modeling Earth Systems, misalnya, menemukan bahwa pada tahun 1980an partikel-partikel ini mengimbangi sekitar 80 persen pemanasan iklim.

Perdebatan yang terjadi saat ini mengenai apakah pemanasan terjadi semakin cepat, mengarah pada konsekuensi dari perubahan maritim yang berpotensi mempengaruhi seberapa banyak panas yang diserap lautan di dunia. Hansen dan rekan penulisnya berpendapat bahwa perubahan emisi kapal berkontribusi terhadap peningkatan besar dalam ketidakseimbangan energi bumi. Namun tidak semua ilmuwan setuju bahwa peraturan pencemaran polusi terhadap kapal-kapal yang berlayar di laut mempunyai dampak yang sangat besar.

Hansen mengakui bahwa data suhu permukaan global saja belum memberikan gambaran yang jelas tentang percepatan pemanasan global. Namun ia memperkirakan hal tersebut akan terjadi dalam waktu dekat, karena suhu meningkat lebih jauh lagi akibat El Nino saat ini.

“Tidak akan ada argumen apa pun pada akhir musim semi mendatang, kita akan keluar dari garis tren,” kata Hansen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement