Jumat 14 Jun 2024 13:51 WIB

Studi: Pemanasan Global Tingkatkan Risiko Kesehatan Jantung

Panas ekstrem meningkatkan detak jantung dan tekanan darah.

Rep: Lintar Satria / Red: Satria K Yudha
Sakit jantung (ilustrasi)
Foto: picpedia.org
Sakit jantung (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BOSTON -- Tinjauan terbaru menunjukkan pemanasan global berkaitan dengan kesehatan jantung. Dalam tinjauan yang jurnal di JAMA Cardiology, para peneliti mengatakan suhu ekstrem, bencana dan peristiwa alam berbahaya lainnya berkontribusi meningkatkan risiko penyakit dan kesehatan jantung.

"Perubahan iklim sudah berdampak buruk pada kesehatan jantung di AS (Amerika Serikat) dan seluruh dunia," kata peneliti kardiologi di Center for Outcomes Research di Beth Israel Deaconess Medical Center, di Boston, Dhruv Kazi seperti dikutip dari kantor berita UPI, Jumat (14/6/2024).

"Perlu tindakan darurat untuk memitigasi risiko kardiovaskular yang berhubungan dengan perubahan iklim, terutama pada populasi yang paling rentan," tambahnya.

Peneliti mengatakan rata-rata suhu global dalam satu abad terakhir naik lebih dari 1 derajat Celsius. Hal ini menimbulkan perubahan iklim jangka panjang, menaikkan permukaan laut dan mendisrupsi ekosistem. Para peneliti juga mencatat satu dekade terakhir merupakan 10 tahun terpanas dalam sejarah.

Dalam tinjuan ini, para peneliti mengevaluasi data hampir 500 penelitian sebelumnya yang dilakukan dari 1970 sampai 2023. Penelitian-penelitian itu melihat hubungan antara kesehatan jantung dengan fenomena cuaca, termasuk suhu ekstrem, asap dari kebakaran hutan, polusi ozon, intrusi air asin dan bencana-bencana alam seperti badai, angin topan ganda dan kekeringan.

Mereka menemukan kesehatan jantung orang dewasa, kelompok minoritas dan miskin, terdampak dengan tidak proporsional oleh perubahan iklim. Mereka juga menemukan risiko kesehatan jantung yang ditimbulkan cuaca ekstrem dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau tahun setelah bencana terjadi. Contohnya risiko kematian akibat penyakit jantung tetap tinggi satu tahun setelah Badai Sandy yang menghancurkan Kota New York pada tahun 2012.

Kebakaran hutan juga menimbulkan risiko pada orang-orang yang berada ratusan mil jauhnya dari lokasi kebakaran. Asap kebakaran hutan meningkatkan risiko serangan jantung atau masalah kesehatan jantung lainnya. "Mengingat betapa banyak warga Amerika yang kini terpapar asap kebakaran hutan setiap tahunnya, seperti dalam kasus kebakaran hutan dari Kanada berdampak pada kota New York pada musim panas lalu, penelitian lebih lanjut untuk menghitung dengan tepat risiko ini perlu segera dilakukan," kata Kazi.

Ia memerinci dampak perubahan iklim pada kesehatan jantung. Pertama, panas ekstrem meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Kedua asap kebakaran hutan memicu peradangan sistemik. Ketiga bencana alam menyebabkan stres. Terakhir, badai dan banjir dapat mengganggu akses ke perawatan kesehatan.

"Kami tahu ini merupakan jalur yang berpotensi merusak kesehatan kardiovaskular masyarakat, tapi besaran dampak, dan populasi mana yang paling rentan, masih membutuhkan penelitian lebih lanjut," kata Kazi.

Para peneliti menambahkan perlu juga dilakukan penelitian untuk melihat dampak perubahan iklim pada kesehatan jantung di negara-negara miskin, yang kemungkinan risikonya lebih besar.

"Walaupun data dari negara-negara pendapatan rendah masih kurang, penelitian kami sudah menunjukkan beberapa tekanan lingkungan sudah meningkatkan intensitas dan frekuensi yang frekuensi dan intensitasnya semakin meningkat seiring dengan perubahan iklim, berkaitan dengan peningkatan risiko kardiovaskular,” kata peneliti senior bidang kesehatan jantung dan paru di Beth Israel Deaconess Medical Center Mary Rice.

Kazi mengatakan pasien juga bisa mengambil langkah untuk melindungi kesehatan jantung mereka. Caranya dengan membuat rencana dan meminimalisir paparan mereka pada panas ekstrem dan asap kebakaran hutan.

Kazi mencontohkan, pasien dapat membuat rencana darurat untuk memastikan mereka memiliki obat-obatan yang cukup bila terjadi bencana seperti banjir dan badai. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement