REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Menteri Luar Negeri dan Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Jalal menyoroti kemungkinan apa yang terjadi apabila Donald Trump menang dalam pemilihan Presiden AS pada November rmendatang. Menurut dia, aksi perubahan iklim global akan terancam apabila Trump kembali menjabat sebagai presiden.
Dino mengatakan, Trump secara terang-terangan tidak percaya dengan adanya perubahan iklim. "Dia pernah bilang perubahan iklim itu "omong kosong" dia pernah juga menarik Amerika dari Perjanjian Paris, ada kemungkinan ia akan kembali menarik Amerika dari perjanjian Paris, dan kebijakannya juga tidak banyak menolong dekarbonisasi Amerika," kata Dino di sela Indonesia Net-Zero Summit yang diselenggarakan FPCI, Sabtu (24/8/2024).
Pada Senin (19/8/2024), Trump berjanji untuk menghapuskan peraturan yang diterbitkan Badan Perlindungan Lingkungan AS pada April lalu. Peraturan itu membatasi polusi udara dan air dari pembangkit listrik dan dirancang untuk mengurangi lebih dari 1 miliar metrik ton emisi gas rumah kaca pada tahun 2047.
Menurut EPA sektor listrik bertanggung jawab atas hampir seperempat polusi gas rumah kaca di Amerika Serikat. “Ini adalah bencana bagi negara kita, alih-alih menutup pembangkit listrik, kami akan membuka lusinan pembangkit listrik lagi, dan itu akan terjadi dengan cepat,” kata Trump dalam kampanye di Pennsylvania.
Trump mengatakan pemerintahannya mengoperasikan reaktor nuklir modular kecil yang canggih dan ia akan menggunakan Undang-Undang Produksi Pertahanan untuk meningkatkan produksi produk-produk penting.
Dino mengatakan, bila dibandingkan, kebijakan-kebijakan Presiden AS Joe Biden sangat mendukung upaya dekarbonisasi. Biden tidak kembali maju dalam pemilihan presiden. Wakil Presiden Kamala Harris akan menjadi penantang Trump sebagai kandidat dari Partai Demokrat.
"Jadi yang kami prediksikan kalau presiden Trump akan membuat komplikasi lebih banyak untuk target nol-emisi," kata Dino.
Dino menyesalkan geopolitik menjadi salah satu faktor dalam upaya penanggulangan perubahan iklim. Saat ini pemerintah Biden sudah berencana menerapkan tarif 100 persen bagi kendaraan listrik dari Cina langkah yang kemungkinan diikuti Uni Eropa.
"Jangan sampai kontestasi geopolitik membuat kerjasama perubahan iklim menjadi lebih sulit, tidak masuk akal ada kekurangan dan kebutuhan yang jelas untuk kendaraan listrik di negara Barat itu jelas sekali, produksi Amerika pun masih minim, ada sumber kendaraan listrik kok mereka tolak," kata Dino.