REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati, menegaskan pentingnya adopsi prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam mendorong pertumbuhan hijau inklusif. Vivi menjelaskan ESG menjadi elemen kunci dalam mendorong keberlanjutan bisnis dan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun global.
"Ada tren adopsi keberlanjutan yang dipicu oleh perubahan iklim, kebutuhan transparansi bisnis, dan meningkatnya permintaan investor atas praktik lingkungan yang bertanggung jawab," kata Vivi di SCG ESG Symposium 2024 Indonesia bertajuk Inclusive Green Growth for Golden Indonesia yang berlangsung di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Menurut Vivi, pelaku bisnis di Indonesia sudah mulai menerapkan prinsip keberlanjutan melalui laporan keberlanjutan dan pengukuran dampak dengan indikator ESG. Namun, ia menekankan pentingnya Indonesia meninggalkan praktik business as usual untuk memenuhi standar internasional yang telah diterapkan di negara maju, seperti Mekanisme Penyesuaian Karbon di Perbatasan (CBAM) Uni Eropa dan kebijakan serupa di Amerika Serikat.
“Indonesia harus mengikuti tren global untuk mendorong pertumbuhan hijau. Jika kita tetap stagnan, negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Filipina bisa melampaui kita dalam mencapai status negara maju,” tegas Vivi.
Vivi mengungkapkan pemerintah telah menetapkan visi Indonesia Emas 2045 yang terdiri dari delapan agenda pembangunan, 17 tujuan, dan 45 indikator. Salah satu fokus utama adalah mengintegrasikan transformasi hijau ke dalam agenda pembangunan jangka panjang 2025-2045.
“Presiden telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang lebih bersih dan hijau. Pemerintah juga telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional,” jelasnya.
Pemerintah, lanjut Vivi, berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060 atau lebih cepat. Untuk itu, diperlukan langkah konkret dalam implementasi ESG sebagai kendaraan menuju ekonomi hijau sekaligus memenuhi komitmen Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030.
“ESG tidak hanya tentang perubahan iklim, tetapi juga mencakup tata kelola, energi terbarukan, rantai pasok, ketenagakerjaan, keberagaman, dan keterlibatan masyarakat,” tambah Vivi.
Vivi memaparkan bahwa penerapan ESG memberikan manfaat luas bagi perusahaan, investor, dan pemerintah. “Bagi perusahaan, ESG menjadi instrumen untuk mendorong bisnis yang berkontribusi tidak hanya untuk planet, tetapi juga masyarakat,” ujarnya.
Dari sisi investor, ESG membantu mengidentifikasi bisnis yang berkelanjutan dan mendorong transparansi. Sementara itu, bagi pemerintah, ESG membuka peluang peningkatan investasi, termasuk memperkuat stabilitas ekonomi dengan mengatasi kesenjangan di sektor usaha menengah.
“Di Indonesia, lebih dari 93 persen bisnis berada di tingkat UMKM. Dengan menerapkan ESG, usaha menengah dapat menjadi lebih tahan terhadap fluktuasi ekonomi sekaligus meningkatkan kualitas dan pertumbuhan pekerjaan,” jelasnya.
Lebih jauh, Vivi menekankan bahwa ESG dapat mendukung inovasi, penguatan rantai pasok, diversifikasi ekonomi, dan perluasan pasar serta investasi. “Penerapan ESG juga berpotensi mendorong UKM berkontribusi pada ekonomi hijau dan meningkatkan daya saing global,” katanya.
Di akhir sesi, Vivi menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, industri, dan akademisi dalam menyukseskan implementasi ESG.
“Bagi pemerintah, simposium ini menjadi momen untuk belajar menciptakan kebijakan yang mendukung industri dekarbonisasi serta standarisasi keberlanjutan. Sementara bagi industri, ini adalah peluang untuk berinovasi dalam teknologi dan proses hijau. Akademisi juga dapat berkontribusi melalui penelitian berbasis sains,” ungkap Vivi.
Ia berharap ESG Symposium 2024 mampu mendorong lebih banyak inisiatif keberlanjutan di berbagai sektor. “Kita memerlukan kolaborasi yang lebih erat agar transformasi hijau tidak hanya menjadi visi, tetapi juga aksi nyata menuju Indonesia Emas 2045,” kata Vivi.